Selasa, 25 Januari 2011

Tingkah para makhluk bernomor--

 Serbu..

Tengok kanan, tengok kiri, lihat depan, lihat belakang. Melebihi orang yang mau menyeberang jalan. Yah, saat ini itulah yang aku lakukan, duduk di meja kebesaran makhluk bernomor 7, sedang mejaku masih setia ditempati makhluk  bernomor 7 pula. Dia ingin bertukar tempat denganku. Tak masalah bagiku, karena menurutku duduk di singgasananya lebih menyenangkan, selain posisinya yang strategis, kompinya pun lebih jelas dari punyaku. Aku yang biasanya melihat tulisan sebesar semut di kompiku, sekarang bisa memompa semut itu menjadi agak lebih besar di kompi dia. Satu kata untuknya “Terima kasih “.

            Masih melihat sekitar, beberapa orang sibuk mondar mandir kedepan lalu kebelakang lagi, bukan menyapu atau mengepel. Tapi hanya sekedar mondar mandir sambil berkata-kata yang aku juga ga tau apa yang mereka ributkan. Sesekali suara tawa temanku pecah menambah semarak kelasku. Sedangkan aku, duduk menatap monitor yang membatu. Monitor yang begitu sombong, sudah beberapa menit aku menatapnya namun ia tak juga menyapaku, bahkan untuk membalas senyumku pun tidak. Dasar..

            Ketika aku tetap dicuekkan monitor, aku mengalihkan perhatianku ke keyboard. Berharap dia tak sejahat monitor yang bersikap dingin padaku. Namun, agaknya perhatianku pun bertepuk sebelah tangan. Dia tak jauh beda dengan monitor. Aku semakin terasing.  Kembali ke sekitarku, mereka terlihat begitu serius melakukan hal yang memang menjadi makanan sehari-hari kami.. “Ngoding” itu bahasa kerennya. Mereka mengejar deadline pembuatan project akhir bagi kami, MI 1. Hanya tinggal dua minggu lagi waktu yang kami punya sebelum kami menghadapi sidang yang “horror” itu.

            Jika kalian bertanya apakah aku tak dapat tugas yang sama? Maka jawabannya aku pun dapat tugas. Sebenarnya project kali ini diusung oleh beberapa kepala dalam satu kelompok. Kenapa aku tak juga sibuk ngoding dan apakah projectku telah selesai? Jika jawabannya iyya, maka kelompokku adalah kelompok yang hebat karena bisa selesai terlebih dahulu, dan aku akan keliling kelas sambil membuka mulutku dan mengeluarkan suara ha ha  ha. Namun sayangnya tidak seperti itu. Projectku? Aku tak tahu bagaimana kabarnya. Aku sudah menyerahkannya kepada makhluk bernomor1, berharap dia mau menghandle project dan menyempurnakannya.

            Dia yang aku nanti-nanti tak kunjung datang, makhluk bernomor1 itu masih belum menampakkan batang hidungnya. Aku tak sabar ingin menanyakan padanya tentang perkembangan projectku. Apakah sudah bisa berjalan ataukah masih merangkak? Atau mungkin bias berlari, itu yang aku harapkan. Sudah beberapa kali aku dipertemukan dengan makhluk bernomor1 itu, dan dia selalu meninggalkan kesan yang mendalam ketika  kami kerja kelompok bareng. Hehehe,, tak perlu aku ceritakan apa kesannya itu. Just for me..

            Aku mendengar sedikit pembicaraan dari teman yang duduk disampingku dan teman yang duduk di belakang teman yang duduk di sampingku. Masih saja tentang project, aku mendengar kalo project mereka telah selesai. Alhamdulillah, kataku, sedang aku kembali mengingat  project kelompokku yang tak juga datang *masih menunggu makhluk bernomor1 datang*.

            Kepercayaan, itu yang saat ini aku coba terapkan. Mempercayaai seseorang yang memang sulit untuk kau percayai memang susah. Namun ak pikir, tak selamanya orang itu menyebalkan, dalam kekurangannya pasti ada sisi baiknya. Ak berharap kali ini dia tak mengecewakan kami. Setidaknya untuk kali ini saja. Dia memang sangat berarti bagi kelompokku, dia pintar.  Namun begitulah .

            Makhluk bernomor31 kembali mendatangiku, dengan sedikit tawanya ia kembali menunjukkan tanduk jahatnya. Dia tak percaya dengan sebuah kepercayaan, mungkin memang pantas setelah apa yang dia dapatkan. Padahal awalnya ia  percaya pada temannya. Dasar makhluk yang aneh..! Dia masih saja mencoba mempengaruhiku dengan ketidakpercayaan, Namun aku juga heran bahkan saat ini pun ia menyerahkan projectnya kepada temannya  itu. Dasar  ga jelas. Makhluk bernomor27 juga mengunjungiku, saudaraku setanggal, bulan, tahun lahir. Hehehe.. Dia hanya sebentar, hanya mengucapkan satu patah kata lalu kembali ke peraduannya.

            Makhluk bernomor31 kembali bertingkah, ia menjadi asistenku yang setia membalas sms yang masuk ke hapeku. Mungkin menurutnya itu seru, yah beginilah kami. Hampir tak ada rahasia diantara kami. Inilah hakikat sebuah ke’sepaket’an..
           
            Beberapa kali pintu terlihat dibuka, beberapa kali juga terlihat makhluk-makhluk masuk ke ruangan bernomor 406 ini. Dan yang aku harap-harapkan tak juga datang. Tiba-tiba pintu terbuka lagi, akhirnya datang juga, makhluk bernomor1 yang aku nanti-nanti yang membawa project kami. Dengan langkah cepat, aku melangkahkan kaki menuju meja dimana makhluk bernomor16 berada, disana kami bertiga melihat perkembangan project kami. Alhamdulillah project kami lumayan, walaupun masih banyak yang harus disempurnakan. Tapi aku percaya kami akan berhasil menggarap project besar ini. Amin y Alloh..

            Hidupku kembali terusik ketika makhluk bernomor31 datang lagi, ia semakin bertingkah. Membalas sms yang masuk ke hpku dengan sesuka hatinya. Dan parahnya selain berkata asal dia juga mengurangi tingkat kecoolanku di mata orang itu. Benar-benar parah. Dan yang paling parah dia juga membuat status d fb yang bener-bener bikin aku tertawa membacanya. Hal itu sampai mengundang tetua di kelas kami, ya makhluk bernomor4 pun berkomentar ketika melihat status yang baru saja diupdates itu. 

*aku hanya gelenggelengkepala melihat tingkah  makhluk bernomor31 yang mulai menunjukkan tanduk 4nya itu..

Ckckckck…

           

           

           

Selasa, 18 Januari 2011

dari Sang Motivator

15-01-2011

Dia yang berlaku salah tingkah,
yang kacau, dan serba salah
karena kegugupannya dalam
mengungkapkan cintanya kepada Anda
adalah yang paling pantas Anda cintai...

Sebaliknya,
curigailah dia yang fasih
dalam bahasa-bahasa cinta.

Karena
kefasihan itu bisa jadi didapatnya
dari latihan yang panjang
dalam seni merayu
yang telah melukai banyak jiwa baik
sebagai kelinci percobaannya.

-- Mario Teguh –-

Intun vs Meonk


Sekelumit komentar ga jelas dari "sepaket" orang yang juga ga jelas..
antara Intun vs Meonk..

Komentar 1:
*Ketika ku membaca tulisan yang menurut penulisnya begitu “berbeda”, maka aku akan mengingat apa yang ia lakukan sore sebelumnya. Sore itu aku benar-benar tak mengerti harus berbuat dan berkata apa. Ketika ku mencoba menyanggah argumen-argumen tak baik tentang dia dengan argumen-argumenku yang sedikit banyak penuh kebohongan tentang sisi positifnya, ia terlihat marah karena terbawa suasana yang meluap akibat debat internnya dengan dia. Namun, ketika ku coba mengikuti pikirannya, mengungkapkan sisi NEGATIF yang selama ini bersarang di benakku, ia seperti punya sisi lain untuk membela dia. Dan ketika ku tanyakan mengapa ia pun justru  menjawab ‘aku pun tak tahu mengapa’. Hah, dasar freak!!!!!
_mia*
Jawab: terkadang “sesuatu” itu membuat logika tak berjalan normal..
Komentar 2:
*gludhaaakkkggggg…..apa2an ini? Aku kontras? Yah inilah aku dengan segala keunikanku. Terima kasih.
_mia*
Jawab: buat yang komen, tahukah Anda bahwa ini sesungguhnya tidak bercerita tentang Anda..
:p
Komentar 3:
*aku begitu menyadari hal itu, oleh sebab itu aku tak terlalu banyak berkomentar .
_mia*
Jawab: aku tahu Anda pasti memiliki komentar yang banyak dan sangat jelek, maka cukup simpan komentar itu daripada merusak keso sweetan tulisanku ini.. hahahaha :DD
Komentar 4:
*Terima kasih karena Anda mengerti saya!
_mia*
Jawab: sama2.

Ulat Bulu

***Ulat bulu bercerita kepadaku, bahwa dia akan mencoba turun dari pohon itu. Mungkin sekarang belum saatnya dia bermain-main di pohon.  Dan mungkin ulat bulu akan merasa lebih baik jika berada di dekat saudaranya.
Dan untuk temannya, si ulat bulu pun hanya bisa melihat dari jauh apa yang temannya lakukan. Membiarkan temannya mencari benang-benang terbaik yang akan digunakan untuk merajut “rumah kepompong”  yang kelak digunakan untuk  bermetamorfosis menjadi seekor kupu-kupu cantik.
Satu hal yang dikatakan ulat bulu “ Aku akan turun dan akupun akan mencari benang-benang pilihanku untuk merajut rumah kepompongku sendiri, dari pada aku hanya bermain-main di pohon dan melihat ulat lain mempersiapkan kepompongnya”.
Ia turun tak berarti semua berakhir, suatu hari nanti ia pun akan kembali naik ke pohon. Entah itu sendiri, bersama temannya, atau bersama ulat lain. Dan entah ketika itu ia masih menjadi seekor ulat  atau seekor makhluk cantik yang bersayap , kupu-kupu..***
“ Ulbu,,, ayo kesini, ..”, teriak ulso dari bawah..
Ulbu kemudian menundukkan kepala, menatap ulso sejenak dan mulai melangkahkan kaki menuju ke bawah. Hanya beberapa sentimeter dari  ulso, dari atas dia melihat ulat-ulat lain di belakang ulso. Mereka adalah teman-teman yang selalu ada di hari-hari ulbu, selalu membawa kebahagiaan, keceriaan ataupun kekesalan atas tingkah mereka. Namun satu hal yang ulbu tahu bahwa di bawah sana ia masih mempunyai teman-teman yang selalu ada untuknya dan akan bersama-sama mencari benang untuk merajut kepompong emas..
“Ulso, teman-teman,, aku datang.. Pasti kalian menungguku kan???”, kata ulbu dengan sedikit nrsis..
“Yey,, dasar ulbu, ogah banget!!”, sahut teman-temanya..
Mereka kemudian berlari-larian semakin lama semakin jauh dari pohon, tak terasa karena sepanjang jalan mereka selalu tertawa dan penuh dengan keceriaan..
Sedangkan ulbu, untuk terakhir kalinya memandang pohon sebelum pergi menyusul temannya “Sampai jumpa lagi pohon.. . :)

*to be continue..

Minggu, 09 Januari 2011

Sajak malam ini



Mencoba memahami, menebak-nebak ataupun menduga apa yang ada di pikiran orang lain memang susah. Bahkan aku pun tak yakin apa yang para peramal omongkan ketika ia berusaha menebak pikiran orang lain. Pernah aku mendengar, ramalan hanyalah sebuah sastra. Ada sastra khusus yang biasa digunakan untuk menuliskan sebuah ramalan sehingga untaian katanya begitu mengena bagi si pembaca.
Tapi, jika memang benar ada kemampuan membaca hati orang lain, aku ingin mencoba. Mungkin aku akan menggunakannya dalam situasi yang genting, atau bahkan setiap hari aku ingin menggunakannya. Untunglah kemampuan itu  tak ada. Aku pun hanya dapat menebak sesuai yang aku lihat. Dan itu sangat membingungkan bagiku.
Ketika goresan tinta mulai terhapus
Ketika keindahan kain memudar
Ketika celah perlahan mulai tertutup
Semua berbalik,
Menggulung, berputar, lalu berdiri
Ketika tinta menapakkan jejak baru
Ketika pelangi itu menghias untaian benang
Dan ketika sinar menggores celah kecil
Lagi-lagi semua berbalik
Kembali berdiri,
Aku berharap tak akan berputar dan menggulung
Tetaplah seperti ini
Untuk sesaat, aku akan tetap bertahan
Atau selamanya, semoga..

Aku selalu mengingat apa yang pernah kudengar. Bagiku kata-kata itu sangat berarti. Akan selalu kuingat, bahkan serasa bercampur dengan sari-sari makanan, seperti pembuluh xylem dan floem tumbuhan yang tak henti membawanya ke seluruh tubuh.
                Aku masih berusaha tetap percaya, dan diam di tempat saat ini aku berada. Susah, memang benar. Tak tentu, itu yang kurasa. Berhasil menjebakku dalam situasi ini, sangat hebat. Terlalu memikirkan diriku, itulah salahku saat ini.
               
                  

Jumat, 07 Januari 2011

Cerita baru nih


Lama ga posting, akhirnya posting juga,,,
Hehehe :DD
Baiklah, kali ini aku akan bercerita tentang kisah seekor ulat bulu...

Itu si Ulat Bulu

Di sebuah desa kecil dipinggiran kota, tinggal sekelompok ulat bulu desa. Desa itu begitu damai, udaranya sejuk, disekeliling desa banyak terdapat lahan-lahan hijau yang enak untuk didatangi. Memang mereka hidup jauh dari kota, namun mereka tetap berslogan my village is my paradise, desaku adalah surgaku. Slogan yang selalu ditanamkan turun temurun itu membuat mereka enggan untuk beranjak dari tanah asal mereka. Kebanyakan dari mereka memilih tetap berada di desa walaupun tidak ada perubahan yang signifikan dalam kehidupan mereka.
Namun, tidak semuanya memutuskan untuk tetap di desa. Beberapa ulat bulu memilih untuk hijrah ke luar desa, entah ke kota ataupun ke tempat lain. Salah satu yang mendasari keputusan mereka adalah keinginan mencari daun-daun tanaman yang lebih hijau dari tempat asal. Namun mereka tak lantas meninggalkan desa, mereka kerap kali kembali ke desa yaitu ketika mereka mengingat slogan yang ditanamkan di hati mereka. Dimanapun saat ini kau berada, tetaplah ingat desamu, karena desamu adalah surgamu.
Ada satu ulat bulu yang bisa dikatakan  remaja akhir. Apa itu? Istilah baru untuk menggambarkan remaja yang akan memasuki usia dewasa. Ulat bulu satu ini berbeda dari yang lainnya, ia menanamkan slogan baru selain slogan desa di dalam dirinya. Yah, my place is my paradise, tempatku adalah surgaku. Ia tak ambil pusing dimana sekarang ataupun nantinya ia berada, selama itu keinginannya dan berada dengan ulat-ulat lain yang dikasihinya, maka ia merasa senang, tak peduli dengan komentar ulat lain.
Suatu hari, ulat bulu memutuskan untuk berpetualang ke sebuah kota yang letaknya jauh dari desa asalnya. Jalanan panjang penuh kerikil yang terlihat dua kali lebih besar dari tubuhnya kerap kali ia temui sepanjang perjalanan. Butuh waktu yang cukup lama hingga akhirnya ia sampai di sebuah kota yang terasa asing. Ketika memasuki pintu gerbang kota, ia tak lagi sendiri, beberapa ulat bulu dari desa lain yang memiliki tujuan sama dengan dialah yang mulai saat ini akan dijadikan sebagai saudara.  
Tak lama berada di kota, si ulat bulu telah menemukan tempat untuk menetap, yaitu di sebuah daerah bagian utara kota besar itu. Dia pun telah mempunyai tempat tinggal yang memang berbeda jauh dari kondisi desa asalnya, namun ia akan tetap merasa nyaman.
Semakin lama tinggal di kota itu, si ulat bulu menemukan banyak teman baru, mereka umumnya adalah penghuni asli kota itu, namun tak sedikit dari mereka yang juga berasal dari desa-desa dari seluruh pelosok negeri. Ia pun menjalani kehidupan barunya dengan rasa senang, ia menikmati semuanya.
Ia tak sengaja bertemu dengan ulat bulu lain yang ia rasa menyenangkan. Ulat bulu ini berbeda dengan yang lainnya, ia begitu baik. Si ulat bulu desa begitu respect dengan teman barunya itu, ia ingin suatu hari teman barunya itu mau menemaninya menjelajahi kota  dan mengantarnya kemanapun ia mau pergi. Namun si ulat bulu desa sadar itu hanya impian yang tak tentu.
Sungguh tak diduga, suatu ketika si ulat bulu ini mengajak ulat bulu desa untuk jalan-jalan naik ke atas pohon. Awalnya si ulat bulu desa enggan menerima ajakan itu, ia takut. Apakah ia yakin akan naik ke pohon bersama temannya itu?  Dia takut temannya  meninggalkannya ketika di per jalanan, ia sadar kalau dia masih buta arah. Namun disisi lain ia pun ingin mencoba naik ke pohon, melihat keindahan pemandangan dari atas pohon bersama teman baiknya akan terasa lebih berkesan, apalagi itu adalah impian yang selama ini ia tutup rapat.  Sekarang, ketika ada celah untuk membuka kembali tong yang berisi mimpinya itu, mengapa tidak? Itulah yang ada dipikirannya saat itu. Dan akhirnya ia memutuskan untuk menerima ajakan temannya, mereka pun mulai menaiki pohon.   
Awal perjalanan, si ulat bulu  merasa senang, bahkan lebih dari yang ia bayangkan sebelumnya,  ini membuatnya sangat gembira. Semakin lama berjalan, ia mulai menikmati semua yang ada disekitarnya, pemandangan sepanjang jalan, udara yang sejuk, bahkan kebersamaan dengan temannya pun ia rasakan begitu nyata. Mereka terus saja berjalan.
 Mereka masih berjalan, tiba-tiba temannya berhenti. Si ulat bulu pun ikut berhenti. Temannya itu kemudian berjalan mendekati ulat bulu, ia berkata bahwa saat ini ia sampai di tempat yang ia inginkan, ia akan mengurus suatu hal. Temannya itu mulai mengerjakan sesuatu. Entah apa yang dikerjakan?  Temannya terlihat kesulitan mengerjakan itu. Si ulat bulu mencoba bertanya dan menawarkan bantuan. Namun temannya tak juga meresponnya. Semakin lama temannya itu beranjak dari tempat awal mereka berdiri. Tanpa banyak bicara, temannya pun mulai sedikit demi sedikit bergerak ke arah yang berlawanan.
Si ulat bulu bingung melihat perubahan yang terjadi kepada temannya itu. Ia tak seperti dulu. Apa yang salah pada ulat bulu hingga temannya berubah? Ia tak juga menemukan jawabannya. Si ulat bulu masih saja berdiri ditempat terakhir ia bersama temannya. Tak juga menggerakkan kakinya. Ia berpikir apa yang harus ia lakukan. Ia tak mungkin melanjutkan perjalanan ke atas pohon tanpa ada teman disisinya, karena hanya temannya yang bisa membawanya ke tempat yang indah itu. Muncul dua pilihan dalam pikirannya, pertama, apakah ia harus menyusul temannya dengan segala kemungkinan? Toh temannya telah berkata tidak akan meninggalkannya sendirian di atas pohon itu. Namun, ia takut temannya lupa akan kata-kata yang pernah diucapkan pada si ulat bulu. Ataukah si ulat bulu harus merelakan keinginannya melihat indahnya pemandangan  dan kembali menuruni pohon? Ia tentu akan sendirian menuruni pohon. Namun ini lebih jelas karena ia bisa kembali ke rumah dan bertemu ₁saudaranya.

  1. Saudara : ulat bulu lain seperti yang dijelaskan pada paragraf 4.

Si Ulat Bulu bertanya padaku kawan, apa yang harus ia lakukan. Sedangkan akupun bingung untuk menjawabnya, aku tak terlalu bijak untuk memberikan saran kepada ulat bulu itu. Apakah diantara kalian ada yang mau memberi saran??

*to be continue ...