Senin, 20 Mei 2013

Demi apapun, aku sama sekali tidak pernah membayangkan menjalani kehidupan seperti ini. Berada di daerah orang, tanpa orang tua dan sahabat disisiku. Sendiri, benar-benar hanya aku yang bertanggung jawab terhadap diriku. Kalau dulu pas sakit, ada ibuk yang selalu ngerawat dan selalu mejaga setiap saat, disini beda. Sakit ya aku sendiri yang harus ke dokter, nyari makan, minum obat, semuanya. Kalau dulu mau pergi kemana-mana yang lumayan jauh jaraknya dari rumah ada bapak yang selalu siap mengantar, kalau kesorean pulang dan sudah tidak ada angkot atau bis, ada bapak yang juga selalu siap jemput. Disini, mau pergi kemanapun kalau tidak naik motor sendiri, harus naik kendaraan umum yang penuh dengan sensasi (macet, diturunin di tengah-tengah perjalanan, ngebut, dll). Seperti kemarin, pas aku dan temanku (baca: Mia) mau interview user di Cikarang. Begini ceritanya..


Kamis, 16 Mei 2013

Proses

"Biar kita sama-sama saling menjaga dan saling menguatkan satu sama lain". Kalimat itu yang ada dipikiranku ketika mendengar cerita darinya. Redudan, begitu aku menyebutnya. Suatu kejadian lama yang pernah terjadi dan sekarang terulang lagi untuk kedua kalinya. Kejadian ini memang sama, menyangkut hal yang sama dan orang yang sama. Namun ada sedikit perbedaan, kejadian kedua ini lebih 'menyesakkan' dibandingkan pertama. Memang, seharusnya aku sudah cukup kebal karena sudah pernah mengalaminya, bahkan bagi sebagian besar orang menghadapi sesuatu hal yang pernah dilakukan sebelumnya akan terasa lebih mudah. Katanya pengalaman adalah guru paling berharga. Memang benar, pengalaman adalah guru yang berharga karena membuatku lebih bisa mengendalikan emosi, namun pengalaman yang 'menyesakkan' dan terulang untuk kedua kalinya ini juga mampu membuatku semakin tersudut.

Aku berlaku 'sok kuat', menganggap hal ini bukanlah hal besar yang perlu ditakuti dan perlu dipikirkan. Bahkan saking sok kuatnya, aku masih bisa tersenyum dan bercanda kepadanya. Tidak. Aku sama sekali tidak menganggap ini adalah lelucon. Kalaupun ini lelucon, aku tak akan pernah tertawa ketika mendengarnya. Malam itu, dia mengantarkanku ke dokter. Untuk ketiga kalinya aku le dokter, menyembuhkan batuk bandel yang mengangguku akhir-akhir ini. Dan malam itu juga cerita yang lama dia sembunyikan dariku akhirnya dia katakan. Perasaanku? Jangan ditanya, pasti sangat terkejut. Apalagi mendengar ceritanya, mendengar kembali kejadian yang sudah aku simpan rapat-rapat dan yang aku harap tidak pernah lagi menghampiriku. 


'Penolakan', itu kejadian yang aku maksud. Penolakan yang tidak berdasar, aku menyebutnya seperti itu pada kejadian pertama aku alami, sekitar satu tahun yang lalu. Bagiku, alasan yang tidak cukup logis yang menjadikan penolakan itu tidak mempunyai dasar. Itu juga yang membuat penolakan pertama tidak begitu berpengaruh kepadaku, walaupun sempat menguras sedikit pikiran dan gentong air mataku, namun aku bisa melaluinya dengan baik bahkan hari-hari berikutnya kami lalui dengan lebih baik. Aku pun berani berharap akan bisa melalui hari-hari di masa depan dengan baik setelah berhasil melewati kejadian ini. 

Mungkin aku sedikit sombong ketika berpikir bahwa aku telah mendapatkan 'penerimaan' setelah diperlakukan dengan baik dan menyenangkan. Namun, lagi-lagi aku salah. Bahwa ternyata perlakukan baik dan menyenangkan itu mungkin hanya sebatas sikap menghargai terhadap orang lain dan bukan sebuah 'penerimaan' seperti yang aku pikirkan selama ini. Maka, malam itu ketika dia menceritakan hal yang beberapa hari ini ditutup rapat dariku, maka aku pun kembali hidup tanpa kesombongan yang sempat bersamaku. Tak hanya kesombongan yang hilang dariku, bahkan rasanya semua harapan pun sudah hilang dariku ketika dia menceritakan alasan-alasan lain yang selama ini tidak aku ketahui. Sekarang, setelah aku tau beberapa alasan itu, maka untuk kejadian kedua ini aku tak lagi menyebutnya 'penolakan tanpa dasar' karena aku tau bahwa penolakan ini jelas-jelas berdasar dan kali ini mungkin aku akan sulit melewatinya.

Beberapa hari aku masih bisa mempertahankan sikap 'sok kuat' itu, sampai akhirnya siang itu aku pun menyerah. Lagi-lagi gentong air mataku terkuras. Terkadang menangis memang menjadi pilihan yang tepat untuk melapangkan hati, membuang semua yang menyesakkan. Dan siang itu aku melakukannya. Di sampingnya, aku membuang semua yang menyesakkan. Hanya beberapa menit, walaupun belum semuanya terbuang, namun aku sudah bisa merasakan sedikit ruang segar di hatiku. Aku dan dia, saat ini masih akan menjalani semuanya seperti sebelum kejadian itu terjadi. Masih akan selalu bersama, saling menjaga, dan saling menguatkan. Akan terus seperti itu sampai tiba saatnya kami harus mengambil keputusan jika memang kami dihadapkan pada situasi dimana kami memang harus memperjuangkan kebersamaan kami. Masih terlalu takut untuk berpisah, itulah yang menjadi alasan kami untuk tidak memperjuangkannya sekarang. Walaupun banyak kemungkinan yang akan kami hadapi di masa depan, namun aku selalu berharap, semoga 'penolakan' itu bisa berubah menjadi 'penerimaan'. Tentu saja sebuah penerimaan yang ikhlas. Apakah itu berlebihan? Bagiku tidak. Selama masih ada Dia yang mampu membolak balikkan hati. Semoga Dia selalu menjaga kami. 




Rabu, 10 April 2013

Sahabat

Seorang sahabat tidak selalu dekat dengan mata, namun akan selalu dekat dengan hati. "Pokoknya harus cerita nte.. :(", salah satu isi tweetku untuk sahabatku. Malam itu, aku dan satu orang sahabatku yang super kreatif (baca: Dian) sedang mencoba mengorek-ngorek informasi penting dari sahabatku yang lainnya (baca:Ratih). Kemarin Ratih ulang taun, dan kami pun mengucapkan selamat dilengkapi dengan beberapa baris doa untuknya. Walaupun hanya lewat dunia maya, namun ucapan selamat yang singkat itu mampu membawa topik pembicaraan yang ternyata ga singkat. Bahkan aku dan Dian berkali-kali harus menuliskan tweet yang berisi bujuk rayu agar Ratih mau bercerita informasi penting tentang dirinya kepada kami. Saking pengen taunya, temanku Dian sampe menuliskan " ceritaa.. udah kepo tingkat tante2 rempong ini", bukti kekreatifannya. Dian memang seperti itu, bisa mengolah kata'' biasa menjadi luar biasa. Mulai dari mengubah namanya sendiri, Dian = Naid, Lucu = Ucul. Aku dua tahun sebangku dengannya ketika kami duduk di bangku SMA. Sebagai teman sebangkunya, tentu saja aku selalu perhatian atas apa yang dia lakukan termasuk kebiasaannya mencorat-coret buku fisika yang super tebel itu. Dan diantara corat-coretannya, ada beberapa yang menarik perhatianku, salah satunya "NAID UCUL".Termasuk malam ini, dengan tiba-tiba dia menyematkan panggilan "tante" kepadaku dan Ratih dan dengan mudahnya kami mengikuti jejaknya, mulai saling memanggil dengan sebutan "tante".


Ratih, si pembuat topik menarik. Dari beberapa baris ucapan selamat ulang taun yang lengkap dengan doa-doa dariku dan Dian, Ratih pun menjawab dengan beberapa kalimat berisi ucapan terima kasih, embel-embel lain, dan satu kalimat yang sangat menarik perhatian kami. Satu kalimat pamungkasnya yang membuat kami rela menunggunya selama perjalanan Pati-Solo sambil terus memandang twitter dan menunggu DM darinya. Beberapa jam lamanya kami saling berbalas tweet, isinya sama, tak jauh-jauh tentang rayuan agar Ratih mau menceritakan maksud dari kalimat pamungkasnya itu kepada kami. Memang dari dulu kami selalu berbagi cerita, dua tahun berada dalam kelas yang sama membuat kami semakin dekat satu sama lain. Kami sering terlihat bersama, sebenarnya bukan hanya kami bertiga. Namun kami berempat, aku, Dian, Ratih, dan Twin. Kami kemanapun selalu bersama. Bahkan ketika masih jaman-jamannya sinetron "Kepompong" kami berasa menjadi keempat sahabat yang ada di sinetron itu. Dian, dia memilih sebagai Cha Cha, alasannya karena dia agak tomboi. Kemudian Ratih, dia menjadi Helen. Aku menjadi Tasya, karena aku yang berperawakan paling tinggi diantara mereka. Dan Twin menjadi Baby, seorang cewek yang feminim abis.

Beberapa lama menunggu akhirnya Ratih mengirimkan pesan itu kepadaku dan Dian melalui DM. Hanya satu kalimat yang dia kirimkan kepada kami, kalimat itu diakhiri emo senyum yang menandakan dia saat ini sedang merasakan bahagia. Dengan cepatnya Dian pun menuliskan tweet dan memention aku, Ratih, serta Twin . Isinya tentang keinginannya untuk bisa berkumpul bersama, berempat. Dian juga mengirimkan pesan lewat WA kepadaku yang isinya dengan suksesnya bisa menggetarkan hatiku. "Pengen deh, bobo bareng kalian bertiga". Dalam hati, aku juga pengen. Pengen banget. Semoga sebelum rencana itu berlangsung, kami bisa berkumpul bersama dan bercerita sepuasnya. :)

Memang benar, " Seorang sahabat tidak selalu dekat dengan mata, namun akan selalu dekat dengan hati". Seperti kami, walaupun sudah lama tidak bertemu dan tak saling bercerita. Bahkan untuk sekedar mengirimkan sms atau menelpon pun jarang kami lakukan. Namun  kami masih saling memiliki perasaan yang sama, perasaan yang ada dari dulu sampai sekarang, perasaan yang tidak akan pernah berubah, perasaan saling menyayangi sahabat.

Miss you all..
Dian, Intan, Ratih, Twin.. ^^

Jumat, 01 Maret 2013

Lembah Manah

Sopan santun, lembah manah, adap asor. Sikap yang sudah kita pelajari sejak masih kecil namun hingga sekarang mungkin masih ada dari kita yang belum bisa menerapkannya dengan baik. Contohnya saja aku, ketika aku berbicara dengan orang tuaku, aku masih saja menggunakan bahasa ngoko (suatu tingkatan bahasa pada konsep bahasa Jawa yang ditujukan untuk berbicara dengan teman sebaya). Kalau ingat itu, jadi malu sendiri. Banyak alasan bagiku kenapa aku memilih menggunakan bahasa ngko. Salah satunya adalah agar lebih akrab dengan orang tua karena bahasa ngko itu kosa katanya mudah dipahami. Hampir mirip bahasa Indonesia, bedanya cuma ganti vokal 'a' dengan vokal 'o'. Sebanyak apapun pembelaan yang aku hadirkan, tentunya aku sadar bahwa sikap itu salah dan aku harus memperbaikinya.

Itu baru dari segi bahasa. Belum lagi dari segi tingkah laku. Mungkin ada diantara kita yang kurang memperhatikan dalam bertingkah laku kepada orang tua. Namun, ternyata banyak juga dari kita yang selalu menjaga sopan santun, walaupun mungkin mereka tidak sadar melakukannya karena sudah terbiasa melakukan itu, misalnya sedikit membungkuk ketika lewat dihadapan orang yang lebih tua sambil berkata 'nuwun sewu/amit' ataupun 'permisi' dalam bahasa Indonesia. Kemudian menyapa ketika bertemu seseorang yang kita kenal. Tidak perlu gengsi jika menyapa duluan. Dengan menyapa duluan justru kita akan menjadi pelopor dalam menjalin tali silaturrohim. Cara berhadapan dengan orang tua. Misalnya cara kita duduk di depan mereka. Akan terlihat lebih baik dan sopan jika kita tidak duduk dengan posisi duduk yang seakan-akan menunjukkan rasa males atau mau tidur. Ada juga nih, posisi dengan bertopang dagu ketika duduk di depan orang yang lebih tua. Posisi itu akan menunjukkan bahwa kita kurang menghormati mereka. Apalagi kalau mereka sedang berbicara sesuatu kepada kita. Jadi kesannya kita tidak memperhatikan mereka. Oh ya, ini dalam konteks acara formal yah. Kalau untuk acara santai-santai sih beda lagi.

Dengan kejadian-kejadian itu, bukan berarti kita tidak tahu atau tidak mau untuk bersikap lebih sopan kepada orang tua. Namun hanya kita yang masih belum terbiasa memperhatikan hal-hal kecil yang sebenarnya itupun penting dalam bersikap dengan orang tua. Hanya perlu membiasakan diri, mulai dari diri sendiri, mulai dari hal terkecil dan mulai dari sekarang.


Kamis, 28 Februari 2013

Bahagiaku

Bahagiaku, adalah pilihanku. Jika aku memilih untuk bahagia, maka aku harus berjuang untuk mendapatkan kebahagiaan itu.

Sesekali memang terhanyut dalam kesedihan dan kekecewaan. Namun, karena aku memilih bahagia, maka aku akan bangkit dan kembali bahagia. :)

Terkadang merasa disakiti, begitu juga pernah menyakiti. Hanya perlu memaafkan dan meminta maaf, maka aku akan bahagia. :)

Bukan untuk melupakan, melainkan mengingat. Mengingat kenangan baik. Maka aku juga akan bahagia :)

Tak hanya ingin diberi, namun juga selalu ingin memberi dan berbagi. Dan itu membuatku bahagia :)

Tak untuk hari ini, tetapi untuk selamanya, dan bersama siapapun, dimanapun. Akan selalu bersyukur dan merasa bahagia :)


IM-K4
2/28/2013 11.26 PM

Selasa, 08 Mei 2012

Senyuman malam


Malam ini jika ada yang paling senang mungkin adalah langit. Kenapa ? Karena mendung yang sejak tadi mengiringinya telah berpindah. Pergi meninggalkannya. Dan malam ini yang paling tidak senang mungkin si penerima mendung itu. Kenapa ? Karena dia juga harus menerima hujan yang selalu mengikuti kemanapun mendung itu pergi.  Dan akhirnya hujan itu berhasil membahasahi dua bola. Membekas dan menunggunya sampai terpejam.
~Hujan di kamarku~
IM-K4 8/5/2012 8.44 PM

Kamis, 26 April 2012

My Dream Board


Teman, aku ingin menanyakan tiga pertanyaan untukmu.
Pertanyaan pertama : Adakah orang di dunia ini yang tidak punya mimpi ? Pasti semua akan menjawab “TIDAK”.
Baiklah, aku akan bertanya lagi, siapa yang saat ini punya deretan mimpi yang ingin dicapai ? Jawabannya sudah dapat aku tebak, pasti serentak menjawab “SAYA”.
Oke, pertanyaan terakhir  berapa banyak mimpi kalian yang sudah terwujud teman ?  Semoga satu persatu mimpi kalian telah tercoret dan saat kalian membuka mata untuk menatap hari baru, maka saat itulah perjuangan untuk mencapai mimpi selanjutnya akan dimulai.

                Begini teman, ketika aku menjelajah ke blog sebelah aku lihat beberapa tulisan yang mengatakan bahwa ia telah berhasil mencapai mimpi yang selama ini tak pernah terbayangkan baginya. Lalu munculah pertanyaan dalam benakku, “Sampai saat ini Ntan, sampai usiamu hampir berkepala dua mimpi apa saja yang telah kau capai ? “
                Aku pun mulai memikirkan jawabannya, “Mimpi apa yang aku capai ataukah aku baru saja memulai menuliskan mimpi-mimpi itu ? ” Aku tak tahu apakah ini dikatakan sebagai keterlambatan atau bagaimana karena aku menyadari pentingnya menulis mimpi-mimpiku jauh setelah orang lain menyadari akan kekuatan mimpi.  Alasanku emngatakan keterlambatan adalah karena selama ini aku tak pernah menuliskan mimpi-mimpiku, aku hanya membayangkannya dan aku pun tidak berani bermimpi yang sangat tinggi. Takut jatuh, itu alasanku.
Kalau diingat-ingat, pertama kali aku menuliskan mimpi-mimpiku dalam sebuah kertas yaitu ketika ada acara motivasi persiapan Ujian Nasional semasa kelas tiga SMA. Sehari sebelum acara itu dimulai, aku dan teman-teman sibuk mengumpulkan peralatan berupa kertas manila putih, spidol aneka warna, alat tulis, gunting, lem, majalah bekas, dan satu benda  special “foto orang tua”. Aku tak tahu alasannya mengapa kami disuruh membawa pernak-pernik semacam itu, bukankah ini acara motivasi? Karena alasan yang tidak jelas, maka aku pun membawa majalah seadanya. Saat itu aku membawa majalah wanita, itupun aku dapatkan dari tetangga. Benar-benar  ga modal. Bahkan aku sengaja mengambil foto bapak ibuk yang terbingkai indah di dinding untuk aku bawa. “ Yang penting bawalah, kan cuma acara motivasi “, pikirku. Sampai akhirnya aku tahu, bahwa apa yang aku bawa itu yang nantinya akan menjadi motivasi terbesar dalam diriku.
Saat itu pembicara yang diundang sekolahku bukan pembicara acak-acakan, beliau adalah seorang motivator yang sudah melanglang buana, dan beliau juga sudah menerbitkan beberapa buku.  Namanya siapa aku lupa, yang jelas beliau beda dikit lah sama Pak Mario Teguh, 11-12 ( ini bentuk apresiasiku terhadap beliau ). Siapapun beliau, kalau Anda tidak sengaja membaca tulisan saya ini maka satu kata yang ingin saya ucapkan “Terima Kasih”.  Saat itu beliau, bapak yang aku lupa namanya menyuruh kami menyiapkan peralatan yang kami bawa, kemudian meminta kami  mencari gambar apapun dari majalah yang kami bawa dimana gambar itu bisa mendiskripsikan mimpi masing-masing. Kemudian tempelkan di kertas manila, ditulisi dan dihias sebagus-bagusnya.  Hal terpenting yang tidak boleh dilupakan adalah memberikan judul, tepat ditengah-tengah kertas  harus ditulisi “My Dream Board”, kemudian lanjutkan tulisan “Bismillahirohmanirohim”, tak lupa di bagian kertas paling bawah pun diberi tulisan “Alhamdulillah mimpiku sudah terwujud”.
Aku pun mulai membolak balik majalah yang aku bawa, sibuk menggunting sana sini dan menempelkannya di kertas. Tak banyak yang aku tempelkan, hanya beberapa, dan menurutku itu sudah mewakili mimpi-mimpiku saat itu. Berikut daftar gambar yang aku tempel beserta eksekusinya.
1.       Tepat di bawah tulisan “My Dream Board” aku menuliskan lulus Ujian Nasional dan kuliah di universitas yang aku inginkan (STAN).

Mimpikupun terwujud. Aku berhasil memperoleh kemenangan dengan mengantongi ijasah kelulusan. Begitulah kehidupan, harus ada penyeimbang, ketika ada keberhasilan maka harus ada kegagalan. Begitu pula mimpiku, aku berhasil lulus Ujian namun aku tak berhasil masuk perguruan tinggi yang sejak aku SD menjadi cita-cita banyak orang ( aku, orang tuaku, kakek nenek, bahkan tetangga terdekatku ). Saat itulah aku mengalami kekecewaan dan kesedihan  yang sebelumnya tak pernah terjadi. Sungguh sulit untuk bisa bangkit dan menerima kenyataan. Aku bahkan menyimpan cerita ini sangat rapat hanya untuk aku dan orang-orang tertentu. Itu masa lalu yang kelam, namun aku sudah berdamai dengan masa laluku, dan aku akan membagi kisahnya.

Kamis, 19 April 2012

Pintu pagi cuek moody

Cerita pagi . .
Selamat pagi . . .
 “ Terima kasih Tuhan, telah memberikan satu kesempatan lagi untukku melihat dunia, menikmati indahnya hidup bersama orang-orang yang aku sayangi ”
Pagi hari menandakan hari baru bagi semua orang bahkan bagi semua makhluk di dunia ini. Ketika matahari mulai menampakkan kembali sinar hangatnya maka mulai saat itulah berbagai pintu kesempatan terbuka lebar bagi semua yang menginginkannya.  Tinggallah kita, akan menjadi orang yang berjalan melewatinya dan berusaha meraih mimpi kita. Ataukah kita akan menjadi orang yang terus berlari namun tak berhasil mencapai pintu tersebut. Karena satu pintu hanya akan terbuka satu kali. Tidak akan pernah ada kesempatan yang sama, terbuka untuk kedua kalinya.
Hari sudah beranjak siang ketika aku menulis ini, jam digital di pojok kanan layar laptopku menunjukkan pukul 11:36 AM. Pagi ini sudah hampir berlalu. Pintu-pintu itu pun sudah mulai menghilang. Entah sudah berapa pintu yang tak aku coba untuk datangi, dan entah berapa pintu juga yang telah berhasil aku masuki. Bahkan ketika aku menulis ini pun berarti aku menggunakan kesempatan untuk menulis ketika dosenku tak hadir. Tentunya akan banyak hal lain yang bisa aku lakukan di pagi hari ini. Mungkin aku akan mengerjakan tugas yang besok akan diambil nilainya, atau aku belajar mengulang materi beberapa  mata kuliah mengingat UTS sudah di depan mata, atau malah aku memilih membaca komik, atau yang lainnya. Banyak sekali. Namun dari banyaknya pilihan kegiatan yang bisa kulakukan, maka aku memilih untuk menulis satu karangan yang aku pun belum tahu bagaimana meneruskan ceritanya.
Aku lihat sekelilingku, kelas sudah mulai terlihat kosong. Beberapa teman yang masih enggan beranjak dari singgasananya terlihat begitu sibuk. Mereka pun memilih pintu-pintu kesempatan yang berbeda antara satu dengan yang lain. Ada yang mengerjakan tugas membuat presentasi, tugas PHP, browsing, menulis sepertiku, bahkan ada juga yang makan. Padahal jelas-jelas di dinding tertempel gambar gelas dan kotak makan yang di coret. Semua orang tahu bahwa itu rambu-rambu larangan makan di lab, namun begitulah tabiat manusia tidak akan kebal. Bukankah, peraturan itu dibuat untuk dilanggar? Entah sudah sejak kapan kalimat itu mulai tersebar di Indonesia, namun yang aku tahu, kalimat itu akan berumur panjang dan turun temurun.
Teman, jika kau kemarin membaca tulisanku, maka disana aku bercerita tentang mood ku yang mendadak jelek pagi kemarin. Dan disana aku juga menuliskan bahwa kita tidak seharusnya terkendalikan oleh mood namun kitalah yang akan mengendalikannya. Lalu, bagaimana pagiku saat ini. Maka aku akan tersenyum menjawabnya karena penyakitku itu tak lagi kambuh, moodku bersahabat denganku. Sebenarnya teman, pagi ini pun tak semulus yang aku harapkan. Pastilah ada suatu hal yang berusaha meruntuhkan mood baikku. Namun, semua itu bisa aku atasi. Perlu kalian tahu, terkadang tidak terlalu memikirkan ucapan orang lain itu penting, karena selain Allah, hanya kita dan orang-orang yang berkenaan dengan kita yang tahu sebenarnya. Sedangkan yang lain, hanya mengatakan berdasarkan apa yang bisa mereka lihat. So, terkadang cuek itu perlu teman.  Namun cuek itu juga tidak bagus, mungkin akan terkesan egois dan individualis. Yah, jika kita menempatkannya dalam  situasi yang salah. Jadi intinya tempatkan cuek dalam situasi yang tepat, maka dia akan sangat berguna.
Jam digital di pojokan layar laptopku sudah berubah, sekarang angkanya berganti menjadi 12:16 AM. Suasana di kelas masih sama, hanya bertambah suara teman-temanku yang berkumpul untuk menonton film. Oh ya teman, ada satu hal yang aku pikirkan hari ini.  Betapa aku ingin mengubah sedikit sikapku kepada seseorang. Aku hanya ingin bersikap lebih baik padanya, salah satunya berkata halus. Yah, mungkin karena aku sering membentaknya tanpa alas an yang jelas. Sebelum pintu yang satu itu tertutup maka aku akan berjalan ke arahnya dan berhasil melangkahkan kaki melewatinya. Yey… Hwaiting Intaaaan
Oke teman, agaknya sudah cukup untuk cerita yang sebenarnya ga jelas ini. Oh ya tahukan kalian kata kunci yang kalian temukan dalam cerita ini?
Silahkan jawab sendiri yaaa..

 Di depan tana yang selalu menemaniku
 Lab 303
19/4/2012                          
12:26 AM

Selasa, 17 April 2012

Pil anti moody

Aku pernah mendengar suatu pepatah, entah pepatah dari mana asalnya yang jelas pepatah itu berkata seperti ini “ Mood di pagi hari akan mempengaruhi harimu saat itu”. Dari situ pun aku berpikir bahwa adalah suatu kewajiban bagi setiap manusia untuk memiliki mood yang baik di pagi hari agar hari nya menyenangkan. Sebagai manusia yang baik, aku pun berkewajiban untuk menciptakan mood terbaikku di pagi hari demi kelangsungan hidup hariku.

Satu, dua, tiga hari aku pun bisa membuat mood baik. Namun tak jarang tanpa sebab yang jelas tiba-tiba moodku berubah dratis. Dan ketika moodku berubah secara mendadak, maka itupun akan berpengaruh pada orang lain. Satu sifat dariku yang menurutku sangat tidak patut untuk dipertahankan adalah secara mendadak tidak suka dengan orang-orang tertentu. Jangan tanyakan kriteria orang yang akan menerima lemparan ketidaksukaanku. Tidak ada kriteria khusus, seperti halnya gambling. Ketika moodku mendadak jelek maka aku seperti melemparkan anak panah ke sembarang arah, dan orang yang mendapatkan anak panah itulah yang akan menjadi sasaran menerima kecuekanku. Aku akan secara mendadak tidak menyukainya, malas untuk berbicara kepadanya, dan enggan bertemu dengannya.

Ketika aku mulai melemparkan anak panah itu, tak jarang sang penerima anak panah menanyakan kepadaku atas tindakan agresi yang aku lakukan. Sedangkan aku hanya “melongo” menatapnya tanpa kata-kata. Kenapa? Karena aku tak tahu jawaban apa yang akan aku berikan padanya. Parahnya lagi, ketika dia mulai berbicara, aku akan semakin tidak suka. Penyakitku yang satu ini memang tidak jelas dan belum ada obatnya. Sejenak kambuh dan sejenak sembuh dengan tiba-tiba. . Entah siapa yang mengendalikan. Tentunya diriku lah yang harus bertanggung jawab. Dan ketika penyakit itu sembuh maka keadaan akan kembali seperti semula. Sebelum panah itu terlempar. Haha  

 Eitss,, namun tenanglah, penyakitku ini tidak seganas yang terlihat. Masih ada pil penangkal untuk menghalaunya kambuh. Sebenarnya “pil” penangkal itu adalah diriku sendiri. Yah, seperti yang pepatah lagi bilang bahwa “Bukan kita yang dikendalikan mood, namun kitalah yang harus mengendalikan mood itu”.
Menyimpulkan apa yang dikatakan sang pepatah itu berarti kita yang bertanggung jawab penuh atas diri kita. Yang wajib memberi motivasi pada kita adalah kita. Yang wajib mengatur mood kita juga kita. Bukan orang lain, karena orang lain hanyalah nomor dua. Sedangkan diri kita tentunya akan menjadi yang pertama.

                                                                                                                Ditulis di depan computer lab 303
                                                                                                                                17/4/2012
                                                                                                                              12.27 WIB

Kamis, 01 Maret 2012

AKU

Aku tidak ingin dimengerti secara berlebihan, aku tidak ingin dilebihkan dalam sebuah pengertian. Aku tidak ingin neko-neko kok.
 Aku ingin ada seseorang yang mengertiku tanpa aku harus menjelaskan. Melihatku dengan cara yang berbeda dari orang lain karena  yang tampak di luar belum tentu mewakilkan apa yang sebenarnya dirasakan.  Ekspresi bisa diatur,  bibir bisa tersenyum walau hati menangis, semua sangat mudah dilakukan bahkan sudah menjadi hal yang bisa bagi para pelaku panggung. Tak terkecuali aku. Bukankah banyak orang yang berkata bahwa dunia adalah panggung sandiwara.  Dengan kata lain kita semualah pelaku panggung itu.
 Aku ingin seseorang melihatku tidak dari ekpresiku, namun melihat dari mataku. Karena apa? Karena mata itu tidak bisa bohong.  Mata itu mewakili hati. Jika hati tidak dapat dilihat dari luar karena keterbatasannya, maka mata adalah perpanjangan dari hati.  Mata yang akan membantu hati mengungkapkan perasaannya.
 Dan aku ingin akan ada seseorang yang mengatakan “Aku tahu kau sedang tidak baik” walaupun saat itu aku mengatakan bahwa “Aku baik-baik saja”.
 Hanya seseorang yang telah mengenalku lebih dari orang lain, yang bisa mengertiku ..
               
               
                Tersadar,,
Ternyata saya agak rumit sodara  sodara. Oleh karenanya, mungkin hanya orang orang terpilihlah yang bisa mengerti kondisi kejiwaan saya dengan sangat baik. Yaitu orang orang yang tidak akan tertipu oleh ekspresi penipuan saya, HEHE.. Namun serumit-rumitnya saya, ternyata masih ada beberapa orang yang selalu mengertiku lebih dari yang aku tahu, dan yang begitu manis adalah ketika aku tahu bahwa mereka begitu mengenalku karena hal-hal sepele. Benar-benar sepele namun akan selalu teringat.
               
                Untuk mereka, terima kasih telah menjadi seseorang  itu . . .
               



               

Minggu, 29 Januari 2012

Kisah 1

Jika sebelumnya aku pernah membaca  kalimat “ Pernah merasa tak berarti ? Hanya setitik debu diantara orang banyak, dan kau berada disitu.” Namun sekarang aku ingin menuliskan tentang “ Pernah merasa berarti ? Menjadi setitik cahaya di hati seseorang, dan kau berada disitu ?”
                Seseorang pasti akan sangat berarti bagi orang lain. Entah satu, dua, ataupun bagi banyak orang. Namun tak semua orang menyadari bahwa dia akan sangat berarti bagi orang lain. Dan aku mungkin termasuk dalam seseorang itu.  Entah memang berarti atau tidak, hanya dia dan Allah yang tau. Aku hanya tau bahwa mungkin dia menjadikanku orang yang berarti baginya.
                Malam itu, aku hampir meneteskan air mata. Membaca sebuah note singkat darinya. Begitu manis, dan bijaksana. Aku tak menyangka bisa menjadi seseorang yang beruntung karena mendapatkan note itu. Hanya sebuah insiden yang menurutku tak begitu besar.  Aku bersyukur. Jika tidak karena insiden kecil itu mungkin aku tak tahu betapa baiknya dia. Aku beruntung bisa menjadi seseorang yang dalam note itu. Aku beruntung bisa mendapatkan doa disetiap sujudmu, dan aku beruntung karena kau selalu menjagaku.
                Beberapa menit aku terdiam, mulai merasakan. Aku yang sangat terlambat menyadarinya. Entah, mungkin memang aku yang tidak peka. Apapun itu, namun saat ini aku mengerti karena  Tuhan memberiku kesempatan untuk melihat semua ini. Sungguh, aku tak mampu berbuat apapun. Bahkan untuk membalas semua kebaikanmu pun aku belum bisa. Aku saat ini sedang mencoba menjadi yang terbaik untukmu. Membuatmu bahagia dengan caraku. Mungkin  aku tak bisa sebaik diirmu, semanis dirimu, namun biarkan aku melakukannya dengan caraku. Biarkan ini berjalan seperti  aliran sungai. Berjalan tenang, terlihat begitu damai namun dan mempunyai akhir. Biarkan Dia yang mengaturnya, menunjukkan tempat dimana semua akan berakhir. Semoga Dia menuliskan akhir yang sesuai dengan harapan kita.
                Aku tidak akan meninggalkanmu. Saat ini, aku akan tetap berada disampingmu, menjadi orang yang selalu ada untukmu dan memberikan semangat untukmu. Aku ingin membuatmu bahagia. Yah, mulai saat ini semua akan berbeda. Aku tak akan menjadi diriku yang tak peka  lagi. Aku menghargai setiap kebaikanmu. Mulai saat ini. Dan akan seperti itu sampai saatnya tiba. Entah kapan itu, hanya Dia yang tau. Tak perlu dipikirkan, hanya cukup melakukan yang bisa dilakukan untuk saat ini. Melakukan sebaik mungkin.  Karena aku ingin jika saatnya tiba, aku masih ingin menjadi semangat untukmu.
“ Terima Kasih “, terima kasih kepadamu yang telah begitu baik denganku, hingga akupun tak mampu membalas semua kebaikanmu. Terima kasih sudah menjadi orang yang begitu sabar atas segala tingkahku. Terima kasih sudah mau menjadi tempatku berkeluh kesah, terima kasih sudah memberikan tempat untukku, terima kasih untukmu.



Rumah Kedua, IM-K4
Tulisan pertama di tahun 2012
29/01/2011
23.24 WIB

Selasa, 13 Desember 2011

CUKUUUUUUP!!!

Akupun ingin sendiri berpikir tenang dan merasa nyaman di tempat yang memang seharusnya aku merasa nyaman. Hah, ini tak hanya sekali, sudah berulang kali terjadi. Tahukah? Aku ingin sejenak merasa tenang dan nyaman. Apa itu permintaan yang susah? Aku tak ingin seharian, hanya beberapa jam, itupun terpotong oleh jam tidurku.  JUST SIMPLE..!! Hanya sebatas itu.

Aku ingin bisa makan dengan tenang, melakukan semua yang kuinginkan di tempatku berada. Apa itu salah? Apa itu muluk-muluk? TIDAK bukan?  Ini tempatku dan seharusnya aku bebas melakukan apapun. Okelah, tak apa sesekali aku membagi tempatku, namun itu tak berarti aku membiarkan tempatku bebas tanpa batasan. BUKAN..

Tolong, mengertilah posisiku, berikan sedikit waktu untukku, aku tak melarang tempatku untuk dikunjungi, tidak. Tapi sekali lagi tolong.. Mengertilah..

Aku sampai tak makan malam ini, padahal sudah begitu indahnya rencana makan yang kususun bersama temanku. Mendengar  tawa yang begitu puas, membuatku tak lagi ingin makan, walaupun cacing di perutku masih meronta meminta asupan. Aku memilih diam, tidur, walaupun sebenarnya sama sekali tidak tidur. Namun, aku memilihnya. Setidaknya itu bisa menenangkan hatiku yang begejolak.

Rumah Kedua, IM-K4

Diiringi suara perut yang lapar

13/12/2011

21.14 WIB

Perang 1

              Kursi ini ternyata kering, tidak basah seperti yang teman-temanku katakan. Yah, julukan itu memang suatu kata yang tak berdasar. Asal mula julukan itupun dari kejadian yang biasa saja, namun saking biasanya membuat julukan itu selalu melekat di hati kami. Lucu memang, dan itu mungkin akan menjadi satu kenangan indah dalam MI 2010 sampai kapanpun.

               Aku duduk di kursi ini, termenung melihat beberapa kelompok temanku yang sibuk mengerjakan prototyping tugas RPL2. Sedangkan si Empunya kursi, entah pergi kemana, meninggalkan si kerudung merah di sampingnya. Prototyping mereka memang sudah selesai dengan lancer, berbeda dengan prototyping kelompokku yang entah sampai dimana kemajuannya. Apakah sudah bias berjalan? Atau masih merangkak, duduk, atau justru tidur dengan nyenyaknya? Aku tak tahu.

                Bukannya aku tak peduli. BUKAN. Jelas itu bukan sikapku. Namun, aku memilih untuk sejenak meninggalkan singgasanaku. Sebenarnya sejak tadi malam aku ingin mengurangi sikap menyebalkan dari diriku. YA, aku memang menyebalkan. Dan mungkin tak semua orang bisa menerimaku dengan sikap menyebalkanku itu.  Dan setelah aku berinisiatif untuk menguranginya justru sikap menyebalkanku itu muncul dengan kapasitas yang melebihi kuota. Bayangkan saja, tak hanya mengurangi, namun sikap menyebalkan itu membuatku harus terusir dari singgasanaku dan meninggalkan temanku sendirian.

              Mungkin terlalu cepat respon yang kuambil hingga tak memikirkan dampaknya, oh biarlah penyesalan memang datang terlambat. Sebenarnya aku sudah menyuruh penyesalan tak datang, namun dia masih saja datang.  OK, selamat datang penyesalan. Biasanya penyesalan datang bersama dengan kata maaf, kata maaf yang mengiringi kedatangan karyawan.

              Benar saya  Benar, saya  menyesal namun saya belum minta maaf. Itu salahku. Namun menurutku tak semuanya salahku, dia setidaknya mengganggapku. Memang aku tak sepandai dia, tapi aku juga bias memikirkan yang terbaik untuk kelompok kami.

               Susah memang menyatukan pendapat dengan orang lain. Aku sudah mencoba mengerti namun jika masih seperti ini itu terserah Anda.