Selasa, 13 Desember 2011

CUKUUUUUUP!!!

Akupun ingin sendiri berpikir tenang dan merasa nyaman di tempat yang memang seharusnya aku merasa nyaman. Hah, ini tak hanya sekali, sudah berulang kali terjadi. Tahukah? Aku ingin sejenak merasa tenang dan nyaman. Apa itu permintaan yang susah? Aku tak ingin seharian, hanya beberapa jam, itupun terpotong oleh jam tidurku.  JUST SIMPLE..!! Hanya sebatas itu.

Aku ingin bisa makan dengan tenang, melakukan semua yang kuinginkan di tempatku berada. Apa itu salah? Apa itu muluk-muluk? TIDAK bukan?  Ini tempatku dan seharusnya aku bebas melakukan apapun. Okelah, tak apa sesekali aku membagi tempatku, namun itu tak berarti aku membiarkan tempatku bebas tanpa batasan. BUKAN..

Tolong, mengertilah posisiku, berikan sedikit waktu untukku, aku tak melarang tempatku untuk dikunjungi, tidak. Tapi sekali lagi tolong.. Mengertilah..

Aku sampai tak makan malam ini, padahal sudah begitu indahnya rencana makan yang kususun bersama temanku. Mendengar  tawa yang begitu puas, membuatku tak lagi ingin makan, walaupun cacing di perutku masih meronta meminta asupan. Aku memilih diam, tidur, walaupun sebenarnya sama sekali tidak tidur. Namun, aku memilihnya. Setidaknya itu bisa menenangkan hatiku yang begejolak.

Rumah Kedua, IM-K4

Diiringi suara perut yang lapar

13/12/2011

21.14 WIB

Perang 1

              Kursi ini ternyata kering, tidak basah seperti yang teman-temanku katakan. Yah, julukan itu memang suatu kata yang tak berdasar. Asal mula julukan itupun dari kejadian yang biasa saja, namun saking biasanya membuat julukan itu selalu melekat di hati kami. Lucu memang, dan itu mungkin akan menjadi satu kenangan indah dalam MI 2010 sampai kapanpun.

               Aku duduk di kursi ini, termenung melihat beberapa kelompok temanku yang sibuk mengerjakan prototyping tugas RPL2. Sedangkan si Empunya kursi, entah pergi kemana, meninggalkan si kerudung merah di sampingnya. Prototyping mereka memang sudah selesai dengan lancer, berbeda dengan prototyping kelompokku yang entah sampai dimana kemajuannya. Apakah sudah bias berjalan? Atau masih merangkak, duduk, atau justru tidur dengan nyenyaknya? Aku tak tahu.

                Bukannya aku tak peduli. BUKAN. Jelas itu bukan sikapku. Namun, aku memilih untuk sejenak meninggalkan singgasanaku. Sebenarnya sejak tadi malam aku ingin mengurangi sikap menyebalkan dari diriku. YA, aku memang menyebalkan. Dan mungkin tak semua orang bisa menerimaku dengan sikap menyebalkanku itu.  Dan setelah aku berinisiatif untuk menguranginya justru sikap menyebalkanku itu muncul dengan kapasitas yang melebihi kuota. Bayangkan saja, tak hanya mengurangi, namun sikap menyebalkan itu membuatku harus terusir dari singgasanaku dan meninggalkan temanku sendirian.

              Mungkin terlalu cepat respon yang kuambil hingga tak memikirkan dampaknya, oh biarlah penyesalan memang datang terlambat. Sebenarnya aku sudah menyuruh penyesalan tak datang, namun dia masih saja datang.  OK, selamat datang penyesalan. Biasanya penyesalan datang bersama dengan kata maaf, kata maaf yang mengiringi kedatangan karyawan.

              Benar saya  Benar, saya  menyesal namun saya belum minta maaf. Itu salahku. Namun menurutku tak semuanya salahku, dia setidaknya mengganggapku. Memang aku tak sepandai dia, tapi aku juga bias memikirkan yang terbaik untuk kelompok kami.

               Susah memang menyatukan pendapat dengan orang lain. Aku sudah mencoba mengerti namun jika masih seperti ini itu terserah Anda.

Sabtu, 10 Desember 2011

Allah bersamaku


Allah bersamaku,  aku akan selalu kuat
Ketika aku merasa terpuruk dalam keadaan yang tak aku harapkan, maka aku akan kembali bangkit, akan sekuat tenaga menghadapinya dan membuat keadaan itu bersahabat denganku.

Allah bersamaku, hidupku akan selalu berwarna
Sejauh apapun aku pergi berjuang, Allah akan memberikan orang-orang yang menyayangiku dimanapun aku berada.
“ Orang yang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang. Merantaulah karena kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan. Berlelah-lelahlah karena manisnya hidup akan terasa setelah lelah berjuang ( Imam Syafi’i).”

Allah bersamaku, aku akan selalu tersenyum
Sepahit apapun hidup, sesakit apapun hati ini dan sesedih apapun itu, aku akan tersenyum. Untuk diriku, untuk orang-orang yang menyayangiku dan terutama untuk Allah yang tidak suka melihatku bersedih.

Allah bersamaku, aku akan selalu bahagia
Aku akan bahagia melihat  saat ini Allah menitipkan sebagian nikmatNya  kepada saudara-saudaraku. Dan aku akan bersyukur atas apa yang saat ini aku miliki.
  
 Allah selalu bersamaku, aku akan sangat sangat beruntung
Aku akan beruntung karena aku tak sendirian menghadapi hidup. Ada Allah yang selalu memberikan ketenangan dan jalan untukku menjalani kehidupan. Ada Allah yang membantuku menyelesaikan  masalah, dan ada Allah yang memberikan segala yang terbaik untukku.

Dan  Allah selalu bersamaku, maka saat ini dan selamanya aku tak akan melepasNya ..

Untuk kalian yang sedang berperang menghadapi tugas yang menumpuk, kegalauan hati,  dan antek-anteknya, tersenyumlah karena kalian tidak sendiri, ada Allah yang selalu bersama kalian. Dan Jika kalian mengeluh atas diri kalian dan apa yang terjadi pada hidup kalian, jangan segan untuk datang kepadaNya, luapkan apa yang ada dalam hati kalian, katakan apa yang kalian harapkan, dan mintalah bantuan kepada Allah. Allah tidak akan membiarkanmu sendirian. Allah akan selalu bersamamu, ada di hatimu ^^

Rumah Kedua, at IM-K4
10/12/2011
23.01 WIB

Sabtu, 26 November 2011

Project RPL2 part 1

                Hari itu aku dan beberapa temanku satu kelas memutuskan untuk mengupdates status di facebook. Satu kalimat pendek yang mewakili kondisi kami saat itu “ Semester tiga tidak mengasyikkan..!! “, itulah kalimat pendek dari kami. Entah semuanya merasakan hal yang sama atau tidak yang jelas saat itu kami kompak menyamakan status kami. Sebenarnya tidak ada yang spesial di semester tiga ini, kalau bicara tugas, semester-semester kemaren pun penuh dengan tugas, project pun sama, hanya saja jumlahnya yang berbeda. Minimal tiga project besar untuk akhir semester tiga ini. Lantas apa yang membuat kami mempunyai inisiatif untuk mengupdates status seperti yang tertera diatas. Begini kisah lengkapnya . . .
Hari itu datang menggantikan hari senin yang pergi untuk beristirahat. Sekitar jam 9.10 WIB makul pertama habis. Dilanjutkan dengan makul kedua, sambil menunggu dosen, kami seperti biasa sibuk bergoogling ria. Tak berapa lama akhirnya target datang. Pintu terbuka, dan sesosok pria berkacamata perlahan masuk ke kelas. Kelas dibuka dengansapaan khasnya yang terasa begitu bersahabat. Dibalas dengan sapaan kami yang sangat bersahabat. Begitulah dunia kampusku, antara dosen dan mahasiswanya terjalin suatu hubungan yang menunjukkan betapa akrabnya kami ^^.
Lima menit pertama sejak kedatangan dosenku, semua masih biasa saja. Barulah sekitar lima belas menit berikutnya kelas menjadi heboh. Teriakan disana sini, sorakan yang bernada tinggi, helaan napas, senyuman pahit, anggukan kepala, gelengan kepala, tawa puas, ucapan hamdalah, istigfar, takbir, tahmid, umpatan, penolakan, persetujuan semuanya dengan bebas keluar dari mulut kami. 
Yah, semua itu terjadi ketika dosenku membacakan dua gulungan kertas berisi nama kami sekelas yang diambilnya secara acak. Satu gulungan kertas itu berisi satu nama mahasiswa perempuan, dan satu lagi nama mahasiswa laki-laki. “ Satu kelompok tidak boleh laki-laki bertemu dengan laki-laki”, begitu ucapan dosenku. “Berati kalo cewek ketemu cewek boleh dong mas?”, celetuk temanku. Dosenku hanya terseyum, sepandai apapun kami mengambigukan kalimatnya yang jelas satu kelompok terdiri dari sepasang laki-laki dan perempuan. Dan satu kelompok itu akan ada atas persetujuan bersama.
Beginilah penjelasan lengkap mengenai sistem pembentukan kelompok untuk project RPL2 :
1.       Dosen membacakan gulungan kertas, semua mahasiswa tegang penuh harap.
gue dapet siapa ya, horor nih
2.       Setelah dibacakan
yes, sesuai prediksi gue hahaha

Oh my God

asiik asiik sama si dia ^^

Minggu, 20 November 2011

Entah Berantah

                Malam ini bener-bener entah berantah, bahkan saking entah berantahnya, tulisan ini pun ga kalah entah berantah. Satu kalimat yang sangat ingin aku ucapkan agar semua orang tau adalah “AKU INGIN PULANG..!!!” Hah, memang sebagai seorang anak perantauan, hanya kata “pulang” yang bisa  menjadi tabir penutup hati yang mulai entah berantah.
                Aku GALAU.. Bukan karena patah hati, itu sudah kualami selama beberapa bulan ini hingga sistem imunku sangat kebal untuk satu virus galau itu. Namun, satu hal baru yang membuat hidupku galau, dan merusak kekebalan sistem imunku, yah tugas yang seabrek. Buat anak kuliah sepertiku, tugas memang sudah biasa. Namun, kali ini berbeda. Entah kenapa untuk tugas-tugas ini otakku masih belum mau mencapai kecepatan maksimum. Seperti susah digerakkan. Benar kata orang, terlalu banyak tugas mengakibatkan tak satupun terselesaikan dan akibatnya waktu pun terbuang sia-sia.  Dan itu yang kualami, banyak tanggungan, hah. Project yang semakin berdatangan laksana jamur dimusim hujan, Proker organisasi yang mulai melakukan pendekatan untuk mendapatkan perhatianku, semuanya menyita otakku. Seandainya saja aku bisa membuat suatu program yang bisa membagi otak untuk fokus dalam beberapa hal. Atau seandainya saja aku bisa menambah waktu atau mengkloning diriku dengan jurus ninjutsu. #pikiran melayang tanpa arah. Dan setelah pikiran ini mentok, hanya satu kata yang cepat sekali mengambil alih semuanya. Bagaikan cahaya lilin kecil dalam kegelapan, yah “PULANG” itu kata yang kumaksud.

Jumat, 18 November 2011

Pilihan ke seratus satu ^^

“ Bagi kamu yang sakit hati karena cinta, hanya satu obatnya yaitu cinta yang baru. Cobalah membuka hatimu untuk cinta yang baru, dan temukan kebahagian darinya.”
Itulah ringkasan dariku atas status Mario Teguh yang kemarin aku baca. Mungkin apa yang dikatakannya benar, tak ada gunanya meratapi nasib karena ditinggalkan seseorang yang sudah tidak menyukaimu lagi. Kata pepatah, “akan lebih sulit bertahan untuk mencintai seseorang yang sudah tidak mencintaimu daripada berusaha melupakannya”. Yah, memang benar selama ini jika mencoba bertahan maka kau pasti merasakan betapa susahnya.

Kalau ditanya rasanya maka yang ada dipikiranku adalah seperti jus pisang campur mentimun ( diambil dari film Avatar The Legend of Aang). Perumpamaan yang digunakan untuk menggambarkan rasa yang susah dijelaskan dengan kata-kata. Terkadang akan melupakan sakitnya ketika kembali mengenang kenangan indah itu, namun ketika tersadar dari lamunan, hati akan kembali sakit. Seperti tertekan dengan kondisi yang ada saat ini dan harus merasakan tamparan keras untuk menunjukkan bahwa kenyataan sudah berubah dari masa lalu.

Dan sekarang yang harus dilakukan adalah membuka hati untuk yang baru karena . . .
“Tidak semua orang mendapatkan pilihan pertama dalam hidup ini. Tapi kita bisa hidup sama bahagianya dengan mereka, meski hanya mendapat pilihan kedua, ketiga, bahkan ke seratus-satu.”-Tere Liye-

Rabu, 16 November 2011

Hidup, berapa kg ?

Berat, namun masih bisa diangkat kan ^^

            Seringkali kita mendengar ungkapan atau keluhan yang berbunyi “betapa beratnya hidup ini”. Hidup memang berat dan tak satupun orang bisa menghitung beratnya hidup mereka. Mengapa, karena tak ada satuan khusus untuk  menentukan berapa beratnya hidup. Oke, Back to topic ^^
Hidup itu perjuangan untuk mendapatkan keinginan kita.  Berjuang itu harus rela mengorbankan apapun, tenaga, waktu, uang, semuanya. Namun, perjuangan itu tidak akan pernah sia-sia. Entah sekarang, besok, nanti atau kapanpun perjuangan yang kita keluarkan akan mendatangkan hasil bagi kita.
Pernah suatu ketika disela-sela menerangkan mata kuliah Organisasi dan SDM ( Sumber Daya Manusia ), seorang  dosenku berkata “Dalam hidup itu berlaku hukum kekekalan energi.” Maksudnya, setiap energi yang kita keluarkan akan kembali kepada kita meskipun dalam bentuk lain. Satu lagi yang setuju bahwa tak ada yang sia-sia dalam hidup ini. Seorang novelis idolaku, Bang Tere Liye pernah mengungkapkan  dalam salah satu novelnya yang berjudul “Rembulan Tenggelam di Wajahmu”, intinya dalam hidup berlaku hubungan sebab akibat. Apapun yang terjadi dalam hidup kita akan selalu mempengaruhi sekitar, entah pada diri sendiri ataupun orang lain. Apapun itu yakinlah semua yang kita lakukan tak akan terbuang begitu saja, akan selalu berakhir baik.

Senin, 17 Oktober 2011

Dia datang ciks, dan aku melihatnya

“Datang, tiba, sampai, apalah itu yang jelas sekarang dia sudah ada disini. Kembali ke tempat seharusnya dia berada dan di tempat di mana aku berada. Jika sebelumnya aku berharap dia cepat kembali namun sekarang aku berharap dia tak cepat kembali.  Ingin menyingkirkan semua tentangnya dari pikiranku. Ingin memasang muka polos, sepolos bayi yang tak sengaja memasukkan mainan ke mulutnya. Sepolos kertas putih yang masih bersih tanpa goresan tinta yang membuatnya bercorak. Sepolos itulah, benar-benar polos. “

Sabtu, 24 September 2011

Faktor X itu

            " terkadang hidup terlihat berat, terkadang kita iri melihat orang yang lebih daripada kita. Namun sesekali tengoklah kebawah dan  kau akan  mendapatkan  pelajaran  berharga dari mereka, tentang dalamnya rasa bersyukur "
          Suatu sore di bulan Ramadhan, ayah dan aku keluar. Ayah dan aku  pergi untuk membeli makanan buka puasa di salah satu warung lesehan di alun-alun kota. Setelah sholat ashar kami berangkat. Sebuah sepeda motor telah parkir di depan rumah. Ayah duduk di depan dan aku membonceng di belakang. Perlahan ayah menarik gas motor dan kami pun beranjak meninggalkan rumah. Sudah lama rasanya aku tak pergi berdua bersama ayah. Momen yang sangat aku rindukan, menghabiskan waktu sambil mendengarkan cerita-cerita ayah atau sekedar berdiskusi untuk hal-hal yang sepele namun begitu menarik.
          Tak sampai setengah jam kami pun sampai di alun-alun kota. Ayah memarkir motor di dekat warung itu, yang terlihat hanyalah seorang laki-laki yang masih sibuk menyiapkan semua perlengkapan warung. Ayahpun mengajakku untuk berkeliling kota, melihat-lihat sambil menanti warung itu rapi. 15 menit kami berkeliling, sampai akhirnya memutuskan untuk menunggu di dekat warung lesehan di alun-alun kota. Ayah memarkir motor di belakang warung, di pinggir jalan kecil. Aku dan ayah menunggu sambil duduk di motor. Di sekelilingku terlihat beberapa orang yang sedang sibuk menata barang dagangannya. Di depanku dan samping kiriku terlihat beberapa orang sibuk menata VCD  di atas terpal, samping kananku ada seorang ibu yang sibuk menjejerkan beberapa mainan plastik, dan menatanya dengan rapi, di sampingnya juga terlihat ibu-ibu sibuk melayani pembeli yang mengingkan kembang api.

Jumat, 09 September 2011

Beautiful rainbow

          " ketika kau terpuruk dan semua orang menjauh darimu, akan ada orang yang selalu setia disampingmu, dia bukan saudaramu, bukan pacarmu, namun dia bisa sangat berarti dalam hidupmu. Dialah sahabatmu "
         Senyuman manis dan suara tawa renyah pelangi itu menghiasi siang ini. Di sebuah rumah dengan halaman yang luas, disinilah pelangi itu kembali muncul setelah sejenak tertutup awan yang berebut menghiasi langit. Satu persatu sinarnya mulai menyebar ke seluruh rumah, dimulai dari ruang tamu, ruangan awal tempat menyambut pelangi itu, berpindah ke ruang keluarga, menambah kehangatan suasana, beralih ke ruang makan, kamar tidur, dan berakhir tepat di depan rumah rindang itu. Disanalah pelangi mulai menyebar warnanya sebelum dia membiarkan warna-warnanya kembali ke tempat mereka berasal.
           Untuk melihat pelangi itu muncul tidaklah mudah, terlalu banyak hujan, mendung dan penghias langit lainnya yang juga ingin muncul. Disitulah pelangi harus bekerja lebih ekstra, merangkul warna-warnanya dalam bingkai setengah lingkaran, melengkung di langit. Pelangi memang tak lama muncul, hanya sebentar dan itupun karena gejala alam yang mengiringi kedatangannya. Yah, seperti kami yang hanya bisa berkumpul saat-saat tertentu, dan ketika kami berkumpul akan terlihat seindah pelangi. Itulah indahnya persahabatan kami, ORIENKA.

Selasa, 07 Juni 2011

zzz =,=''

Sudah lama aku tak mengunjungimu,
Dan saat ini aku pun membutuhkanmu lagi
Tak tahu harus bagaimana
Tak tahu juga harus berkata apa
Sepertinya kemarin semuanya masih baik
Berjalan sesuai yang kuharapkan
Namun semuanya berubah
Mungkin benar kata pepatah “terlalu banyak tertawa akan membuatmu menangis”
Mungkin aku tak juga mengeluarkan air mata
Tapi hatiku menjerit,
Aku hanya ingin semuanya baik-baik saja
Berjalan semestinya
Mungkin salahku
Mungkin juga salahmu
Salah kita yang tak pernah mencoba bicara
Hanya sembunyi dibalik senyuman manis
Membodohi kata hati yang tak pernah berdusta
Dan akhirnya sang waktu mengoyak semuanya
Membuka yang telah rapat tersimpan
Membuatmu tak bisa menerima
Aku pun merasakan pahit
Tak hanya dirimu
Inilah pilihan hidup
Ketika tak seperti yang kita harapkan
Ketika kita tak bisa memaksakan ego satu dan yang lain
Ketika orang lain mencoba membantu
Mengulurkan tangan
Dan aku menolak
Aku ingin berdiri sendiri
Tepatnya kita berdiri sendiri
Menyelesaikan semuanya
Membersihkan yang kotor
Merapikan yang berantakan
Agar kembali seperti semula
Teratur pada tempatnya
Waktu juga yang akan menebus perbuatannya
Ia yang akan kembali membuat semuanya baik
Semoga . . .

Rabu, 18 Mei 2011

Gadis Pembungkus Arang

Aku ingin bercerita bukan menceritakan, mungkin apa yang selama ini ada d blogku lebih sekedar cerita tentang diriku, masalah yang kuhadapi, masa laluku, masa depan yang ingin kucapai, kejadian-kejadian yang kualami dan motivasi untuk diriku. Namun kali ini aku ingin mencoba bercerita kepada semuanya, sebuah cerita yang mungkin tak begitu menarik, namun aku hanya ingin mengganti kebiasaanku menceritakan menjadi bercerita.
               
        Kismiati terlihat capek mengayuh sepeda tuanya, keringat membasahi sebagian mukanya, tangannya mulai mengelap wajah kusutnya itu, dengan cepat dia masuk ke dalam toko. Sepasang suami istri pemilik toko telah nampak menanti kedatangannya. Dengan sigap Kis, begitulah dia biasa dipanggil mulai mengambil peralatan kerjanya. Sekarung arang, timbangan dan plastik “kresek”. Dia mengangkat semuanya menuju ke depan toko, tempat dia biasa melakukan pekerjaannya  itu.
        Dia mulai mengeluarkan beberapa arang dari karung dan meletakkannya di atas timbangan, setelah dirasa sesuai dia pun akan membungkus arang itu ke dalam plastik-plastik hitam. Begitulah pekerjaannya sehari-hari, membantu sepasang suami istri pemilik toko untuk membungkus arang. Sudah beberapa kali ia masuk kembali ke toko untuk mengambil sekarung arang lagi, begitu seterusnya hingga bedug dhuhur tiba dan dia pun membersihkan peralatannya, mengembalikan ke tempat semula dan pekerjaan pertamanya pun selesai.
           Istri dari pemilik toko itu mendekat padanya, memberikan uang imbalan atas pekerjaannya hari ini. Dia memang lebih memilih dibayar harian karena kebutuhannya yang memang mendesak. Sebelum pulang, biasanya Kis mengisi perutnya di toko itu juga, sepasang suami istri pemilik toko itu memang baik dan perhatian padanya. Tumbuhnya yang gendut membuat Kis melahap habis semua makanan yang ada di piring, bahkan ia tak segan-segan memakan makanan kecil yang diberikan kepadanya.

Minggu, 15 Mei 2011

Aku bukan apa-apa tanpaMu

        Ya Allah dalam gelapnya malam Engkau senantiasa melihat, dalam panasnya siang Engkau selalu memberi kesejukan dan dalam rinai hujan, disitulah riskimu kau berikan. Allah, aku meletakkan hidupku padaMu, tunjukkan jalan yang terbaik untukku, biarlah aku menerima semua yang telah Engkau tuliskan untukku. Rencana yang teramat indah darimu yang khusus Engkau siapkan bagiku. Kuatkanlah aku menerima semua cobaan darimu, teguhkan imanku ketika aku mulai rapuh, sadarkan aku bahwa dunia tak segalanya, masih ada kehidupan kelak yang lebih kekal dari semua yang ada di alam fana ini.
         Aku lemah ya Rabb, hanya sedikit masalah yang Kau berikan untukku dan aku masih tak bisa lepas dari itu. Aku membutuhkanMu, tuntunlah hatiku ini. Sejujurnya aku ingin mengikuti kata hatiku namun terasa begitu berat ketika beberapa teman berpendapat berbeda. “Sudahlah Ntan, apa gunanya, hanya menyakiti hatimu”. Memang benar aku merasa sakit, tapi aku susah melepaskan semuanya. Engkau tentunya mengerti apa yang kurasakan ya Rabb, hanya Engkau.

Selasa, 10 Mei 2011

GMM, sekali ini kau keren

Malam ini terukirsejarah baru dalam benakku, aku kaget, terkejut, histeris, terperanjak  dan semuanya. Sudah tak ku pedulikan dia yang “berbeda” duduk disebelah dia yang lainnya. Hanya satu tujuan mataku, deretan orang-orang yang duduk di depan, menghadap ke arah kami. Mereka yang mengakui siap menjadi ketua UKM jurnalistik dengan segala visi dan misinya. Dari empat calon aku hanya melihat sekilas, semuanya aku kenal dan hanya menanggapi argumennya sesekali itupun hanya dengan teman sebelahku. Sedangkan perhatian sepenuhnya tercurahkan pada seseorang yang duduk di sisi paling kiri deretan kandidat tadi, seseorang dengan jaket hitam kesayangannya dan potongan rambutnya yang baru duduk dengan tenang, mungkin dalam hatinya sedang bergejolak.  Agak tak percaya juga melihat dia duduk diantara mereka.

                Satu persatu pertanyaan untuk mengetes seberapa kuatnya kandidat satu dibandingkan kandidat lainnya pun meluncur bak busur panah. Berikut beberapa kutipan  pertanyaan yang berhasil mengenai sasaran dengan tepat. Seberapa siapkah Anda menjadi ketua UKM Jurnalistik? Apa kelebihan Anda dibandingkan UKM yang lain? Apa yang akan Anda lakukan jika terjadi keterlambatan pelaksanaan tugas? Satu persatu kandidat menjawab dengan sesempurna mungkin, merangkai kata-kata, berusaha meyakinkan semua orang yang saat itu berada di ruang 403. “Saya akan membuat gebrakan baru bagi UKM jurnalistik dan saya akan mengantisipasi segala bentuk keterlambatan sehingga keterlambatan tidak akan terjadi, jawaban salah satu kandidat terkuat yang digadang-gadang menjadi ketua UKM Jurnalistik”.  “Saya siap 100% dan saya merasa saya adalah salah satu anggota teraktif dalam kegiatan UKM Jurnalistik”, jawaban kandidat lain yang tak kalah meyakinkan. “Saya akan menjadikan UKM Jurnalistik lebih kreatif dengan melaksanakan proker-proker tak hanya mading, namun blog dan juga web, saya merasa mempunyai kreativitas untuk mengembangkan UKM Jurnalistik”, satu-satunya kandidat cewek pun tak mau kalah dalam berargumen.
 
              "Saya ingin menerapkan ‘liberalisme’, yaitu kebebasan bagi anggota untuk berkreasi. Untuk keterlambatan saya akan mentolelir asalkan bisa mencover pekerjaan lain. Saya tidak ada kelebihan dan saya siap 5% untuk menjadi ketua dan jika saya terpilih maupun tidak terpilih saya biasa saja. Maka jangan pilih saya. Hehehe “

                Jangan salah, justru kalimat itulah yang membuatku dan kedua temanku memilihnya. Dia boleh tak siap 100% ataupun 80% layaknya kandidat lain. Dia boleh tak memiliki visi dan misi yang menggunung, dia juga boleh tak pandai merangkai kata-kata yang meyakinkan orang lain untuk memilihnya. Dia boleh melakukan apapun, menjawab apapun ketika dia berada di depan. Bahkan aku selalu menegur teman-teman lain jika mengomentari jawabannya. Dia boleh siap hanya 5%, tak apa karena semuanya dimulai dari bawah.

                Semua orang boleh tak mengira ia tak sungguh-sungguh, toh itu memang benar, “Saya hanya mewakili kelompok satu untuk menjadi kandidat ketua”, itu alasan utama dia mencalonkan diri.  Seorang teman boleh menegurnya dan mengatakan “Kau tak boleh begitu jika di depan”, ya memang benar, jika dilihat dari organisasi yang benar-benar serius memang dia kurang terlihat benar-benar berminat.

                Namun satu momen yang mungkin jarang terjadi, melihat dia yang selalu sibuk bermain game , mendengarkan musik, terkesan cuek dan masa bodoh dengan apa yang dilakukan orang lain serta tak mau menampakkan dirinya seketika menjadikan dirinya pusat perhatian, walaupun untuk beberapa menit.

                Dia pintar walaupun tak jarang aku melihatnya belajar. Dia cepat menangkap penjelasan dosen meskipun dia hanya bermain game online ketika dosen menjelaskan. Yang aku ingat aku pernah bertanya kenapa dia tak pernah memperlihatkan kemampuannya, bukan untuk sombong, setidaknya agar orang diluar sana tau.  Dan dia hanya berkata tak suka memperlihatkan kepada orang lain, tak ada gunanya. Inilah dia, dia yang tak sombong tapi terkadang menyebalkan :p. Aku tersenyum, batinku berkata mungkin mereka tak tahu kau yang sebenarnya namun beruntungnya aku bisa tau sedikit tentang kelebihanmu. “Terlihat biasa saja namun sebenarnya bisa luar biasa”.

                “ Jika saat ini kau memilih untuk tak menunjukkan kepada dunia siapa dirimu, aku yakin suatu saat nanti dunialah yang akan mengarahkan pandangannya kepada dirimu dengan semua impian yang sudah dalam genggamanmu”

                 To GMM :  jangan terhanyut dalam pujian, sebenarnya kritiklah yang membangun dan pujian terkadang menjerumuskan jika kau tak bisa menempatkannya dengan tepat. Tak bermaksud menjerumuskanmu, namun malam ini aku benar-benar surprise melihatmu duduk di depan. Hanya sebatas apresiasi dariku, semoga bisa menjadikanmu lebih bersemangat karena kamu tentu tahu “Kita boleh diam namun sesekali menunjukkan diri pun perlu”. Setidaknya awal yang bagus untukmu. Tak kau lihat betapa hebohnya aku dan saudara perempuanmu yang lainnya melihatmu berbicara di depan. Unforgetable moment .. Ada sesuatu dalam dirimu jika kau siap tunjukkanlah. Namun kami pun sudah merasa senang melihatmu yang sekarang. Be your self and you will look so misterious like your new hair :p

*note PENTING!!!! : ra lah kepedeen, aku ki emang lagi pgen ngapik2 ue atas opo sing mbuk lakoni bengi iki. :P

~ di atas persegi panjang deket tembok~

                21.32 WIB

Senin, 09 Mei 2011

Pagi ini saya KALAH

Minggu, 08 Mei 2011

Saatnya kembali


               Satu minggu, waktu yang lumayan lama untukku berada dalam persemedianku atau lebih tepatnya pengasingan diriku. Dan malam ini saat yang tepat untuk mendeklarkan bahwa  “ AKU SIAP MELANGKAH LAGI”.  Aku mendapatkan banyak pelajaran dalam satu minggu ini, ketenangan bagi diriku sendiri tapi kebingungan bagi orang lain yang ingin menghubungiku. Asyik juga . .
                Masih dengan dua kata yang selalu mewakili hubungan manusia satu dengan yang lainnya.
                Maaf, maafkan aku semuanya, yang telah membuat kalian bingung, yang tiba-tiba hilang dari peredaran dan tak memberi kabar apapun. Aku hanya tak ingin menyusahkan kalian dengan segala kerumitan yang aku alami belakangan ini.
                Terima kasih, terima kasih juga atas pengertian kalian. Kalian yang tahu nomor baruku dan masih mau menanggapi tingkahku serta kalian yang bisa mengerti aku dan memaafkanku walaupun aku tak memberitahu kalian nomor baruku maupun alasan aku menghilang.
                Sudahlah, cukup untuk mengasingkan diri dan bersedih-sedih. Inilah saatnya untuk bangkit. Rutinitas telah menunggu, rapat telah menanti, tugas-tugas kuliah dan materi baru juga semakin mendekat. Aku akan menghadapi semuanya. Walaupun aku tahu mungkin masih juga terbayang-bayang, tapi biarlah. Adanya kalian disisiku akan membuatku melupakan semua itu.
                Sebenarnya aku tak suka berkata-kata so sweet namun tak apalah untuk sekali ini, bahwa “Kalian  mungkin bersyukur mengenalku, namun aku lebih bersyukur bisa bersama kalian”. Hehe..  Setidaknya ijinkan aku memuji diriku sendiri. Yah, makasih buat semuanya, dukungannya, nasehatnya, kritik, saran, hiburan dan lain2.
                Yang terakhir, mari kita mulai parade kegiatan kita lagi..
                Walaupun sedih walaupun kecewa aku akan selalu SEMANGAD dan tetap TERSENYUM..




Jumat, 06 Mei 2011

Never Give up


Aku tak mau berlarut-larut dalam kesedihan yang bukan tak bisa diatasi, hanya saja aku sendiri yang menciptakannya dan aku pula yang dengan segera harus mengatasinya. Aku sudah bisa tersenyum, setidaknya setelah memilih untuk mengasingkan diri aku merasa lebih tenang. Aku tak lagi berharap-harap dia menghubungiku, setidaknya untuk kali ini.
Namun aku masih berharap yang terbaik untukku, aku tak mau semua yang telah terjadi selama ini berakhir dengan sia-sia. Aku masih mengingat jelas dipikiranku resolusi-resolusi yang akan kami lakukan, mungkin dia sudah lupa. Tapi aku berharap jika saatnya tiba Alloh masih memberi kesempatan untuk merealisasikannya. Menurutku itu sangat indah dan bisa membuatku tersenyum melebihi senyumku saat ini.
Meskipun aku kecewa, meskipun aku sedih AKU AKAN SELALU SEMANGAD DAN TERSENYUM..

                                                     Intan akan semangad dan tersenyum ^_^
Tulisanku malam ini memang begitu panjang namun aku lega setidaknya aku sudah bisa mencurahkan semuanya pada kertas putih ini setelah berhari-hari aku menunggu kesempatan yang tak kunjung datang..

Ceritaku


Akhirnya Dia menjawab permintaanku. Masih teringat jelas apa yang aku minta kepadaNya pada sepertiga malam itu dan akhirnya Dia pun mengabulkannya. Satu pesan itu datang tanpa kuduga, lewat temanku mungkin yang membuatnya mengrimkan pesan itu kepadaku. Dan aku tahu bahwa Alloh telah mengirimkan seseorang untuk membantuku.
Malam ini, hujan menguyur kota yang saat ini aku tempati, bersama tiga temanku aku berada disebuah ruangan berukuran 4x2 meter persegi. Udara malam terasa berbeda dari biasanya, biasanya terasa begitu panas, satu kipas angin kecil tak henti-hentinya bergoyang untuk menghilangkan keringat kami. Namun, malam ini hujan dan angin dari langit tiba-tiba datang, mungkin mereka merasa iba melihat kipas angin kecil yang kecapekan bergoyang untuk memberikan hawa segar bagi empat orang penghuni kamar.
Dua orang temanku berada tepat di depan pintu kamar, hanya bertahan beberapa menit hujan pun mereda. Ia mungkin tak sengaja lewat pada malam ini, namun jejak-jejak kedatangannya masih terlihat jelas di jalanan. Tetesannya tak sederas tadi, dan suara petir perlahan mulai menghilang. Satu temanku sibuk memainkan handphonenya sambil tiduran diatas kasur kesayangannya. Sedangkan aku, masih berada di depan laptop yang berhasil aku sita dari temanku. Aku menunggu kedatangan temanku yang akan menjemputku untuk pulang, namun sejak tadi tak ada balasan darinya. Beberapa kali aku mengirim pesan singkat padanya dan masih belum ada jawaban. Akhirnya aku pun harus masih disini.
Pagi – pagi aku membuka facebook dari handphoneku, kulihat ada satu pesan masuk ke inbox account facebookku. Aku tak membayangkan dari siapa dan apa isi pesan itu. Biasanya aku tak peduli dengan pesan yang masuk di inbox facebookku, namun kali ini entah kenapa aku ingin melihatnya. Dan ternyata benar, pesan dari seseorang yang sering aku masukkan disetiap ceritaku walau mungkin hanya sedikit orang yang menyadarinya dan mungkin dia sendiri tak menyadarinya. Isinya singkat, kalimat pertama, aku tak mengerti apa yang tersirat dibalik kalimatnya itu, kalimat yang ambigu, menurutku, mendatangkan banyak persepsi yang saling berontak di pikiranku, entah aku mau memandangnya dalam sisi positif atau negatif. Sedangkan, kalimat yang kedua isinya sangat jelas, hanya sebatas permintaan maaf darinya.
Pagi itu aku datang ke kampus dengan satu cerita yang akan kubagikan pada teman baikku, dan saat itu pula dia mengatakan bahwa dia mempunyai rahasia untukku. Kami bertukar cerita akhirnya dia mengaku bahwa dia yang telah mengirimkan pesan singkat kepada dia yang “berbeda” untuk membuka blogku. Terkejut ya, namun biarlah karena kupikir tanpa dia tak mungkin aku mendapatkan pesan dari dia yang “berbeda”. Kudengar beberapa kalimat yang keluar dari mulutnya, terlihat sebel, karena dia tak mendapatkan balasan atas pesan yang dikirimya lewat chat facebook. Sedangkan temanku yang lain, pada malam itu juga mengirimkan pesan lewat chat facebook dan dia yang “berbeda” berulang kali membalasnya. Aku hanya tersenyum walaupun saat itu aku tak tahu apa yang ada dipikiranku.
Aku tak ingin melewatkan jalan yang telah diberikan Sang Pemilik Hati kepadaku, ingin aku segera membalas pesan singkatnya itu, tentu lewat message facebook juga. Sampai saat ini aku sudah menuliskannya dua kali, kalimat yang sangat panjang untuknya, aku merasa memang harus menuliskan banyak kalimat yang bisa mewakili perasaanku selama ini. Namun dua kali pula aku menghapusnya dan tak jadi mengirimnya. Tak tahu kenapa, aku merasa apa yang aku tulis mungkin akan sia-sia, apa gunanya aku mengatakan yang kurasakan selama ini kepadanya, bagiku cukup aku dan  Tuhan yang tahu apa yang kurasakan.
Aku masih menunggu temanku datang menjemputku, masih di depan laptop..
Sebenarnya aku tak tahu apa yang saat ini kurasakan, aku seperti mati rasa, entahlah aku berusaha dan memaksa diriku untuk tak memikirkan hal itu, namun aku juga tak bisa menolak jika disaat-saat tertentu aku mulai memikirkannya lagi. Aku tak ingin terganggu dengan semua ini. Aku disini bukan untuk berpusing-pusing ria memikirkan hal ini. Sejenak agak tenang setelah menghadapi UTS minggu ini, namun minggu depan jadwal rapat sudah mulai menunggu dengan segala agenda yang tak kalah dalam menyita waktu dan menguras tenaga serta pikiranku. Dan yang aku inginkan, dia disampingku ketika aku merasa lelah, menjadi tempatku mengadu dan bertukar pikiran, aku hanya mengutip beberapa kalimat yang pernah ia katakan padaku. Aku mungkin akan mengingat setiap kata yang ia katakan padaku, itulah yang membuatku sampai saat ini masih seperti ini.
Ketidaktahuanku pun bertambah, aku tidak tahu apa yang saat ini dia inginkan. Mungkin dia ingin menjauh dariku. Jika benar, baiklah itu keputusannya. Apa aku akan diam saja? Beberapa temanku menanyakan itu. Dan aku menjawab Lalu apa yang bisa aku lakukan? Bukan seperti itu, bukan diam menanti apa yang dia katakan padamu, tapi harus berusaha mempertahankannya, semua akan sia – sia jika tak dipertahankan, dan tak salah jika mencoba. Benar akan sia-sia dan bukan bukan tak mencoba. Mungkin mereka tak melihat apa yang kulakukan, mungkin mereka hanya melihatku terdiam dan tersenyum cengar cengir ketika mereka menasehatiku dan mungkin mereka geram melihat responku yang tak menggebu atau terkesan tak peduli. Namun, tahukah mereka apa yang aku lakukan? Apa yang terlintas dipikiranku ketika mereka menuturiku dengan sejuta kata-kata? Untuk kedua kalinyaaku menjawab hanya aku dan Tuhan yang tahu.
Kembali lagi, sampai detik ini aku masih bingung akan membalas pesannya atau tidak, jika iyya apa yang nantinya terjadi? Kemungkinan terburuk tiba-tiba datang, dan kemungkinan baik hanya kecil persentasenya. Namun aku ingat tulisan yang terpampang di dinding kamarku, tulisan sebagai pengingatku “Mulaiah berpikir positif”, maka aku pun akan berpikir positif apapun yang terjadi. Sepertiga malam itu aku meminta kepdaNya agar memberikan jalan keluar atas segala masalahku, dan satu persatu jalan telah Dia tunjukkan kepadaku. Satu lagi jalan yang Dia tunjukkan, sedangkan sampai saat ini aku masih belum berani melangkah. Hanya berdiri di depan jalan itu.
“ Satu hal yang pasti jika aku mulai melangkahkan kakiku adalah aku harus siap untuk mengangis.  Apa aku siap? Mungkin, namun agaknya tidak. Aku tidak siap untuk menangis. Aku tak bisa membayangkan berapa banyak air mata yang akan aku keluarkan atau mungkin tak setetespun air mata yang keluar karena hatiku telah membeku. “
Satu paragraf diatas menunjukkan aku yang saat ini, yang masih melanggar apa yang aku sendiri tuliskan diatasnya. Yah, aku menuliskan untuk positif thinking namun paragraf diatas menunjukkan kenegatif  thingkinganku masih mengikutiku dari dekat.

sore hari dalam perenungan


Aku sedang mengasingkan diri


Setiap orang pasti punya cara yang berbeda-beda untuk menuangkan kekesalannya kepada seseorang ataupun banyak orang. Aku memilih untuk melimpahkan kekesalanku pada handphoneku. Jika kekesalanku masih dalam taraf rendah maka aku hanya memilih untuk menonaktifkan hapeku. Mungkin hanya  beberapa jam setelah itu aku akan kembali mengaktifkannya dan pasti akan ada banyak pesan masuk karena tingkah anehku.
Kedua, ini yang jarang sekali terjadi kepadaku, hanya beberapa kali terjadi dan ini yang saat ini terjadi kepadaku. Yah, ketika aku mulai kesal dengan satu hal dan tak kunjung dapat menyelesaikannya maka akan berdampak ke yang lainnya. Aku akan dengan segera menonaktifkan handphoneku, berhubung saat ini aku mempunyai sim card nganggur jadi aku mengaktifkan sim card yang hanya beberapa orang tahu.
Aku memilih tak mengaktifkan nomor lamaku karena aku ingin mengasingkan diri dari semuanya. Dari hal-hal yang mengangguku, hanya ingin mengisi hari-hariku dengan orang yang sering berkomunikasi denganku. Aku tahu pasti hal ini membuat semua orang yang ingin menghubungiku menjadi susah, tak ada hujan tak ada angin tiba-tiba nomorku ga aktif. Bukan maksud juga untuk tak memberitahukan nomor yang saat ini bersarang di handphoneku namun aku hanya tak ingin kalian bingung menyimpan nomorku.
Aku nantinya akan tetap kembali ke nomor lamaku, saat ini aku hanya ingin mengasingkan diri sejenak. Namun jika ditanya kapan? Aku belum tahu, entah besok, lusa, satu minggu lagi, satu bulan lagi, tak bisa aku targetkan.
*aku masih perlu menenangkan diriku sejenak agar bisa kembali seperti yang dulu.. Maaf kepada semuanya yang telah kebingungan atas ketidakjelasanku..


Kamis, 28 April 2011

Kualitas diri dari sebuah pensil

Seorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sebuah surat . ”Nenek lagi menulis tentang pengalaman kita ya? atau tentang aku?” Mendengar pertanyaan si cucu, sang nenek berhenti menulis dan berkata kepada cucunya,

”Sebenarnya nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih penting dari isi tulisan ini yaitu pensil yang nenek pakai.”

”Nenek harap kamu bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti” ujar si nenek lagi.

Mendengar jawab ini, si cucu kemudian melihat pensilnya dan bertanya kembali kepada si nenek ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari pensil yang nenek pakai. “Tapi nek sepertinya pensil itu sama saja dengan pensil yang lainnya.” Ujar si cucu. Si nenek kemudian menjawab, “Itu semua tergantung bagaimana kamu melihat pensil ini.”

“Pensil ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup, kalau kamu selalu memegang prinsip-prinsip itu di dalam hidup ini.” Si nenek kemudian menjelaskan 5 kualitas dari sebuah pensil.

“Kualitas pertama, pensil mengingatkan kamu kalo kamu bisa berbuat hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkah kamu dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendakNya” .

“Kualitas kedua, dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek. Rautan ini pasti akan membuat si pensil menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, si pensil akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga dengan kamu, dalam hidup ini kamu harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik”.

“Kualitas ketiga, pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini adalah seharusnya. Dan Justru bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar”.

“Kualitas keempat, bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal di dalam dirimu”.


“Kualitas kelima, adalah sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan. Seperti juga kamu, kamu harus sadar kalau apapun yang kamu perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan sadar terhadap semua tindakan”.

~ diambil dari note facebook "si bayeek" Guruh Maryana Putra, seseorang yang katanya ga suka nulis tapi selalu suka membaca tulisanku yang berisi curahan hatiku :p , jarang2 dia ngeshare note di fb, berhubung notenya bagus jadi patut masuk blog, hehehe... ~

Selasa, 12 April 2011

Ketika kerang tersapu ombak


Menulis, suatu pekerjaan yang sering mengisi waktu kosongku. Bukan sekedar menggerakkan tanganku dan menggoreskan tinta pada lembaran kertas putih yang tenang, namun menulis adalah suatu cerminan perasaan atas apa yang saat ini ada di pikiranku. Entah senang, sedih, ataupun kesal, semua terungkap tanpa tabir penutup dalam bentuk tulisan. Suatu hasil yang tak bernyawa namun bisa membuat lapang hati yang tengah resah.
Aku menulis bukan untuk pamer, bukan sok sebagai penulis, atau menginginkan orang lain tertarik dengan tulisanku dan berdecak kagum menjadi penggemarku. Terlalu jauh tampaknya jika itu yang aku pikirkan. Yang aku tahu, aku menulis karena aku suka dan aku butuh untuk mencurahkan semua isi hatiku, karena aku yakin tinta tak akan berdusta dan tinta mau merangkai setiap goresan tanganku, sedangkan kertas mau untuk setia menampung sebanyak apapun keluh kesahku padanya.
Aku mulai tak mengerti jalan pikiranku, satu persatu  mulai kuubah apa yang selama ini menjadi kebiasaanku. Mencoba untuk menjadi yang terbaik seperti yang diinginkan orang lain memang tak mudah jika itu harus mengingkari jati dirimu. Sampai kapan aku bisa bersikap seperti ini? Tidak menjadi diriku yang sebenarnya ketika berhadapan dengannya. Salah memang, aku sangat sadar akan kekeliruanku dalam bersikap namun aku tak bisa mengelak karena itulah yang terjadi saat ini dan entah sampai kapan.
Mengerti, aku mencoba mengerti tentang semuanya. Mengendalikan egoku dan bersikap wajar. Hanya sebatas kabar dari segala macam kesibukannyalah yang aku inginkan, bukan untuk selalu memberikan laporan kepadaku. Ketahuilah, aku tak seheboh itu yang ingin mengetahui sedetail apa aktivitasmu disana.
Dimengerti,  aku ingin dimengerti, setidaknya tahu apa yang aku harapkan dan melihatnya mencoba mengerti perasaanku pun sudah cukup. Aku tak pernah meminta lebih, namun sedikitpun aku belum mendapatkannya.
Seperti seorang lakon dalam kisah-kisah drama, itu yang aku rasakan saat ini. Semua orang melihat dengan persepsi mereka masing-masing, tersenyum ketika mulai mengodaku dengan kata-kata konyol. Aku pun tersenyum, dalam hatiku sedikit tertawa, menertawakan mereka yang sebenarnya tertipu oleh apa yang tampak di luar. Keadaannya tak seperti yang kalian lihat, hanya sebatas kamuflase.
Malam ini sebagai puncak segala kegudahanku, disaat aku mulai mencoret satu persatu deretan angka yang berbaris rapi, disaat teman-teman mulai melipat satu persatu jarinya, kenyataan berubah tak seperti yang aku harapkan. Ini sungguh tak biasa, biasanya hanya beberapa jengkal waktu yang kubutuhkan untuk kembali tersenyum, sedangkan  kali ini belum juga nampak seberkas sinar pembawa keceriaan itu. Dirinya laksana sebuah kerang kecil di hamparan pasir yang tersapu oleh deburan ombak. Sesekali kerang itu larut tergulung ke tengah laut oleh sapuan ombak, namun tak jarang ia kembali ke pantai, menampakkan dirinya oleh deburan ombak lain yang membawanya kembali. Begitulah dirinya, disaat terlihat begitu sangat indah dan berkesan sedangkan disaat hilang terasa benar-benar hilang tanpa jejak.
Sedangkan aku memilih menjadi seekor burung yang terbang di hamparan awan putih. Terbang kemanapun yang aku inginkan, sesekali singgah untuk melihat keadaan sekitar dan untuk melihatnya. Aku ingin selalu bisa melihatnya yang entah berada di luasnya samudra atau terdampar di lembutnya pasir pantai. Menjadi sosok yang selalu memperhatikanku, aku memang tak secara terang-terangan mengepakkan sayapku dan turun disampingnya, namun perlu kau tahu sejauh apapun aku terbang akan selalu melihat ke bawah.

Aku saat ini hanya bisa menggantungkan semuanya pada Tuhan, aku memilihnya untukku, tak tahu dia memilih siapa untuk dirinya, namun aku berharap Tuhan memilihkan kami untuk bersama. Biarkan waktu menjawab segala kegundahanku, dan masa depan berpihak kepadaku dan selalu menunggu untuk melanjutkan ceritaku sedangkan masa lalu hanya tahu apa yang selama ini terjadi. “

Hope tomorrow will be better and I can solve it by my self, Just pray to Allah, Please, give me Your miracle,
I believe themiracle, It’s true and I need it now..
Tomorrow when I open my eyes, I hope everything will be okey..

Selasa, 22 Maret 2011

dari "seorang" kawan

“ Hidup ini tak kan indah tanpa masalah. Jika semua baik-baik saja, tak ada air mata, tak ada beban pikiran, tak ada kesedihan, semua akan terasa hampa. Apa enaknya hidup hanya dalam kebahagiaan? Kau tidak akan mendapat “sensasi” dari setiap masalah. Kau mau hidupmu datar sedatar landasan pesawat terbang? Akan lebih menyenangkan ketika kau dapati kerikil-kerikil di setiap langkah hidupmu dan kau dapat melewatinya dengan mudah.
Tak ada yang berharap masalah itu datang. Tapi tak ada salahnya ketika kau dengan tangan terbuka memberikan senyuman manis untuk kedatangan sang masalah. Jadikan masalah sebagai tamu besarmu yang harus kau layani untuk segera diselesaikan. Tak perlu kau lari. Lari sejauh mungkin hanya membuatmu lelah dan hanya sedikit kemungkinan untukmu dapati suatu titik pemberhentianmu. Buat apa berlari ketika kau bisa melangkahinya dengan mudah. Butuh waktu yang sedikit lama namun kau tak akan merasakan kelelahan sama seperti saat kau berlari. Lari, larilah hanya untuk mencapai mimpimu, bukan lari untuk menghindari masalahmu. ^.^”
(oleh seorang kawan yang selalu setia disampingku, memberikanku semangad untuk menghadapi setiap permasalahan dalam hidupku, Zaitun Hakimiah NS.. terima kasih kawan..)

“ALL IS WELL .....!!!”
(singkat, padat dan jelas, kata-kata yang tak asing bagi kebanyakan orang, mengadopsi dari sebuah film yang begitu bermakna “3Idiots” inilah temanku yang satu ini menyampaikan komentarnya. Memang tak banyak kata yang dia tulis, namun begitulah dia, dengan segala kecuekannya dan segala kesibukannya maen game, dia masih saja bersedia mendengar celotehku dan sesekali memberikan saran yang terasa begitu “menusuk”, tapi itulah yang sebenarnya.. terima kasih juga buatmu kawan, Guruh Maryana  Putra..)

“ Selamat datang masalah, perkenankan aku menjamumu dan memperlakukanmu layaknya tamu agung yang sesekali singgah dalam hidupku. Tak akan kubenci kau, karena kaulah yang membuatku semakin kuat dan menjadikanku semakin dewasa. Beruntungnya diriku ketika bisa memperlakukanmu dengan baik tanpa menyakitimu, dan mengantarkan kepergianmu dengan senyuman dariku ^.^"


~masih di depan komputer Ari~
           21 Maret 2011

Kedatangan "Sang tamu agung"


Di bawah sinar lampu yang remang-remang, disamping “setan” jahat yang berbaju hitam dan di depan komputer milik seorang teman yang selalu membantuku, aku duduk, tak tahu harus melakukan apa, hanya menatap bisu layar komputer dan kembali menggerakkan jari-jariku. Beberapa hari belakangan ini terasa sangat rumit. Yah, satu kalimat yang ingin aku teriakkan adalah It’s so complicated. Beberapa orang dan masalahnya menambah rumit duniaku. Terbayang keinginanku untuk pergi ke suatu tempat dimana aku bisa merasakan kenyamanan atas kesendirianku dan berteriak sekeras-kerasnya. Atau aku ingin mengubah semua jalan pikiran orang lain, menjadi apa yang aku inginkan. Tapi semuanya tak mungkin kulakukan, hanya menyiapkan diri untuk menghadapi hari esok,  itulah yang bisa aku lakukan.
            Aku selalu berharap mendapatkan yang terbaik dalam hidupku, untuk saat ini dan masa depanku. Di setiap sujudku dan sebelum kupejamkan mata ini selalu kupanjatkan rasa terima kasihku dan harapanku kepadaNya, dan aku sangat yakin Dia akan selalu menjawab permohonanku, entah kapan namun aku yakin akan kekuasaannya. Bukankah Dia berkata bahwa tak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan makhlukNya, itu yang selalu aku ingat. Tak ada tempat lain untukku mengadu selain kepadaNya. Sungguh, hanya padaMu kuserahkan hidup dan matiku.
            Tuhan, pengendali semua hati kumohon padaMu, berilah ketenangan bagiku, jagalah hatiku dari segala buruk sangka, jernihkan pikiranku, sejatinya hanya Engkau yang bisa memberikan terang didalam gelap, yang memberikan sejuk didalam gersang dan kekuatan didalam kesedihan. Suatu hal yang begitu penting bagi perasaanku namun tak berarti bagi logikaku ini sangat menggangguku. Mengusik ketenangan, namun tak bisa mengurangi keceriaanku. Aku hanya menutupi kegelisahan ini dengan keceriaan yang aku bawa kemana-mana. Aku hanya takut menghadapi kenyataan yang mungkin tak sesuai dengan keinginanku, dan aku memilih untuk berlari. Menjauh dari masalah, sesuatu yang salah, namun itu yang saat ini kulakukan.
            Aku akan terus berlari semampuku untuk berlari, dan aku akan berhenti jika saatnya tiba. Aku akan menunggu, terdiam dan menantikan kabar gembira itu datang dari Tuhanku. Aku harapkan itu Tuhan, sangat berharap. Sesaat aku ingin menjadi diriku yang dulu, diriku enam tahun yang lalu. Menjadi Intan yang tertutup, Intan yang masih polos dan tak tahu apa-apa. Intan yang hanya tersenyum menghadapi pertanyaan orang lain yang menyangkut dirinya. Namun aku tak bisa. Intan yang sekarang berbeda dengan Intan yang dahulu, masalah yang semakin rumit dan itu membuatku selalu membutuhkan mereka disisiku. Mereka yang selalu mendengarkan keluh kesahku. Untuk sepasang sahabatku, maafkan aku yang selalu menyusahkanmu dan menjejali pikiranmu dengan cerita-cerita bodohku, aku ingin kalian tahu, aku membutuhkan kalian.


~ di depan komputer Ari ~
    21 Maret 2011

Jumat, 04 Maret 2011

a moment to remember

Pemandangan yang mungkinsatu tahun terakhir ini tak pernah kulihat, saat ini tepat di depan mataku. Membuatku kembali mengenang masa kecilku di tempat ini bersama dengan orang-orang yang aku sayangi. Aku duduk di ruang tamu, tepat di depan pintu. Hari ini cerah, namun hanya beberapa saat semuanya berubah, satu persatu air turun dari langit dan membasahi permukaan desa kami. Seorang nenek terlihat berlari keluar dari rumahnya menuju pinggir jalan, dan seorang anak kecil mengikutinya dari belakang. Nenek itu sibuk menutupkan terpal yang di atasnya terdapat butiran-butiran padi yang saat itu dijemur. Ya, saat ini aku pulang bertepatan dengan musim panen padi, jadi tak aneh jika di pinggir-pinggir jalan banyak terlihat hamparan padi dijemur diatas terpal yang kebanyakan berwarna biru. Nenek itu masih sibuk menyelamatkan beberapa terpal padinya. “Yah, kutah”,  suara anak kecil yang tadi mengikutinya berhasil menyita perhatiannya beberapa detik. Anak kecil itu mencoba membantu neneknya, menutup terpal, namun ia salah ketika mengangkat bagian tengah terpal sehingga padinya tumpah ke tanah. “Sing dijunjung yo pinggire nduk, ojo tengahe, ben ra kutah”, tanggapan nenek itu, hanya singkat kemudian kembali menutup terpal lain yang ada di hadapannya. Sedangkan anak kecil itu masih sibuk, bukan menutup terpal tapi mengumpulkan butiran-butiran padi yang tercecer di tanah. Aku hanya tersenyum melihat tingkah anak tetanggaku itu, mengingat dulupun aku pernah seperti itu. Begitulah anak kecil, niat membantu tapi malah membuat semuanya jadi ribet.

Kualihkan pandanganku ke depan lepi kesayanganku dan bersiap untuk bercerita. Tak jauh dari yang tadi, masih mengenang kejadian-kejadian belakangan ini. Kejadian yang silih berganti datang yang menyangkut dengan kepulanganku.

Akhirnya perang itu berakhir

UAS kali ini akhirnya berakhir, dan di kalender pendidikan yang terpampang di mading terlihat ada dua minggu waktu kosong yang bisa aku gunakan untuk kabur ke rumah. Sebenarnya dua minggu itu adalah waktu untuk praktek dan remed. Berhubung semua tes praktekku telah dipadatkan ke minggu sebelumnya maka hanya tinggal menunggu hasil remed yang katanya jumat depan telah fix. Aku memutuskan untuk pulang pada jumat depan sambil menunggu teman kosku yang masih bergelut dengan jadwal praktek dan menunggu datangnya novel karangan Bang Tere Liye yang telah lama aku nantikan.

Hari-hariku berlalu dengan biasa saja, tak ada hal khusus. Yang berbeda hanyalah kali ini aku lebih sering berada di kos karena teman-temanku telah mudik ke rumah masing-masing. Padahal aku biasanya kerap berkunjung ke kosan teman sepaketku, NS dan menghabiskan waktu disana. Walaupun sebenarnya kami hanya melakukan ritual khusus kami yaitu hibernasi.

Sendiri dimalam yang sunyi

Sore itu, aku masih di kosan, bercakap dengan temanku sambil menonton drama Korea kesukaan kami. Sama sepertiku, teman kosku kali ini begitu menggemari drama Korea, jadi tak aneh jika tiap jam 15.30 kami telah berada di depan televisi mungil kami dan bersiap menonton akting artis-artis Korea yang keren itu dan mengomentari apa yang kami lihat.

Temanku terlihat ingin menyampaikan sesuatu. Namun terkesan menunggu waktu yang tepat. Sedangkan aku sudah bisa menduga apa yang akan ia sampaikan. Waktu berlalu beberapa detik dan ia mulai membuka mulutnya. Beberapa kata meluncur dengan lancar dari mulutnya. Mungkin sebelumnya ia telah menyiapkan kata-kata itu sebelum mengucapkannya padaku. Ia hanya menyampaikan bahwa ia harus segera pergi, temannya sakit dan membutuhkannya sekarang. Aku hanya mengangguk yang berarti tak keberatan jika ia pergi. Beberapa detik kemudian aku menggeleng, ketika ia menawarkanku untuk ikut bersamanya. Aku lebih memilih berada di kos sendirian, karena ikut tidaknya aku dengannya tentu akan berpengaruh kepada temannya itu, dan aku memilih suatu keputusan yang paling baik. Dia berjanji hanya pergi sebentar, mungkin setelah magrib ia sudah kembali ke kos.

Aku hanya terdiam di depan layar televisi, beberapa kali mengganti chanel mencari acara tv yang menarik. Hingga akhirnya handphoneku kembali berbunyi, aku buka hapeku, sms itu datang dari temanku. Ia mengatakan bahwa agak telat pulang dan menyuruhku untuk tak menunggunya makan. Aku tak membalas pesan singkat itu. Yang saat itu aku lakukan hanyalah beranjak dari depan tv dan bersiap keluar membeli makan. Aku berjalan sendirian, beberapa meter dari kosku terdapat warteg langganan kami, disitulah aku membeli makan malamku. Berjalan lagi melewati kosku menuju ke salah satu counter, yah sejak tadi pagi hapeku tak berisi pulsa sepeserpun. Beberapa sms dari temanku datang silih berganti, menanyakan kegiatanku hari ini, namun tak satupun yang aku balas. Beberapa sms yang masuk terlihat berasal dari nama yang sama. Mungkin mereka khawatir dengan aku, karena tak biasanya aku tak membalas sms. Namun kali ini entah apa yang hinggap dalam pikiranku, disaat aku merasa sepi aku tak ingin menghilangkan sepi itu, namun aku malah menambah kadar sepi dalam hariku malam ini.

Hingga pagi datang membawa keceriaan

                Akhirnya pasangan nenek dan cucu itu berhasil menyelesaikan tugas mereka. Berkejar-kejaran dengan cepatnya air hujan yang turun dari langit. Mereka bisa tersenyum lebar karena telah berhasil menutup semua terpal dan melindungi butiran padi mereka dari sentuhan hujan. Mereka pun kembali ke rumah yang letaknya tak jauh dari tempat mereka menjemur padi.

                Tak jauh dari tempat tidurku, disinilah aku mendengar kabar mengejutkan pagi itu. Ketika membuka mataku dari tidur malam, temanku mengatakan bahwa kemungkinan besar ia tak jadi pulang kampung. Seketika aku kaget, namun sebisa mungkin aku mengendalikan perasaanku. Mencoba berpikir dengan kepala dingin. Aku hanya menjawabnya dengan jawaban singkat “ya”.  Hari itu, tepatnya hari rabu aku mulai memikirkan rencana kepulanganku sendirian. Aku siap tak siap harus tetap pulang. Walaupun sendirian tak jadi masalah bagiku. Aku mengambil hape, mengetikkan beberapa kalimat dan mengirimkannya kepada seseorang. Beberapa saat kemudian aku mendapatkan info tentang jadwal keberangkatan bus menuju ke kotaku, Pati. Setidaknya itu membantuku untuk lebih mudah dalam perjalanan pulang. Namun aku masih bingung menentukan waktu aku pulang. Hari ini, pagi atau sore, besok yang juga pagi atau sote ataukah lusa. Ada beberapa urusan yang masih belum aku selesaikan, salah satunya adalah menunggu datangnya novel yang telah aku pesan beberapa hari lalu.

Tak menyangka kedatangannya

                Aku baru kembali ke ruang tamu setelah mengambil charger lepi. Hanya tinggal 10 menit sisa waktu sebelum batre lepiku habis. Segera mungkin aku mengecharge lepi, menancapkan ujung charger ke stop kontak yang menempel di dinding. Aku duduk dan kembali menarikan jari-jariku diatas tuts keyboard. Tak lama kemudian pemandangan itu kembali kulihat. Seorang nenek yang kembali keluar dari rumahnya dan berjalan menghampiri terpal-terpal yang baru beberapa menit yang lalu selesai ia tutup. Nenek itu kembali memegang terpalnya, perlahan membuka satu persatu terpal yang ada di depannya. Sungguh sangat kontras setelah melihat usaha kerasnya menutup terpal, saat ini ia justru membukanya lagi. Jangan terkejut ketika aku mengatakan bahwa saat ini matahari yang tadi terkalahkan oleh derasnya hujan akhirnya kembali menyapa desaku. Yah, hanya beberapa menit hujan turun, setelah itu matahari kembali bersinar dengan teriknya. Gejala alam yang aneh, mungkin inilah salah satu akibat dari pemanasan global atau Global Worming yang beberapa tahun ini ramai diperbincangkan semua orang di seluruh dunia. Wanita paruh baya itu masih sibuk membuka terpal dan meratakan padi ke seluruh permukaan terpal. Pekerjaan yang melelahkan, namun ia mungkin merasa agak ringan, walaupun tak seberapa karena cucunya kembali mengikutinya dari belakang dan mencoba membantu nenek kesayangannya itu.

                Aku termenung sendirian di kursi area hotspot kampusku. Tak ada yang bisa aku ajak bicara, untungnya aku membawa sebuah novel yang baru tadi pagi diantarkan ke kosanku oleh seorang kakak dari sebuah biro pengiriman barang. Halaman pertama novel berjudul “Bidadari-Bidadari Surga”,  kata pertama yang aku lihat bertuliskan “PULANGLAH”, kata yang bisa mewakili perasaanku yang memang ingin pulang. Satu persatu halaman telah aku baca, ketika keasyikan membaca novel inilah seseorang yang tak aku sangka datang menghampiriku. Seperti pada tulisanku yang lainnya, aku memilih untuk tidak menyebut namanya. Aku hanya memanggilnya dia. Dia yang begitu “berbeda” bagiku. Dia datang ketika aku sibuk membolak-balik halaman novel yang berada di tanganku. Tiba-tiba dia duduk tepat disampingku dan menanyakan rencana kepulanganku. Aku menceritakan semuanya kepadanya, dia hanya tersenyum dan sesekali menanggapi celotehku yang sejak tadi tak mengenal lampu merah. Dia masih di sampingku ketika aku menerima telepon dari ibuku yang menyuruhku segera pulang. Mendengar itu, diapun menawarkan diri untuk mengantarkanku ke terminal sore ini. Awalnya aku berencana pulang besok pagi, sesuai dengan saran ibuku, namun aku akhirnya memutuskan untuk pulang sore ini juga agar dia bisa mengantarku. Alasan yang tak masuk akal dariku, memilih pulang sore ini walaupun belum ada persiapan sama sekali.

                Aku berjalan di sampingnya, melewati beberapa teman kami yang sedang asyik mengobrol di area hotspot kampusku. Kami berjalan menuruni tangga, menuju lantai satu gedung kampus dan berhenti di kantin. Beberapa saat kemudian dua porsi nasi Padang telah ada di depan kami. Siang ini aku makan bersama dia, sungguh tak aku sangka bisa sedekat ini dengannya. Sore ini dia akan mengantarku ke terminal, kami sepakat bertemu di kosnya jam dua siang. Sebenarnya beberapa orang menawariku untuk mengantar ke terminal namun aku lebih ingin diantar olehnya. Apapun itu, walaupun sama-sama tak tahu arah tapi perjalanan pulang kali ini akan berkesan. Ibuku beberapa kali menelponku, menyuruhku menerima tawaran tetanggaku yang ingin mengantarkanku ke terminal. Namun aku tetap menolak, setelah mengeluarkan beberapa argumen yang jitu, barulah ibuku mengalah. Aku hanya meyakinkan ibuku, bahwa bagaimanapun caranya aku pulang yang terpenting besok aku sudah sampai di rumah, di tengah-tengah keluarga yang selalu menunggu kedatanganku.

              

Selamat, Anda berhasil menipuku

                Beberapa orang lewat di depan nenek yang masih sibuk membuka kembali terpal padinya. Seorang wanita yang paruh baya menuntun sepeda tuanya yang membawa satu karung penuh padi datang melintas, berhenti sebentar di depan nenek itu dan sedikit berbincang. Tak semua obrolan mereka aku dengar jelas. Hanya kalimat terakhir dari nenek itu “Ancen senengane mbodoni wong, lagi ditinggal wes panas meneh”, kemudian wanita itu kembali menuntun sepedanya menuju ke tempat penggilingan padi, kami biasa menyebutnya selepan. Begitulah roda kehidupan di desa kami, setelah memanen padi maka beberapa dari petani akan menjemur padi mereka. Setelah itu mereka  berbondong-bondong menuju ke selepan untuk menggiling padi. Biasanya mereka menjual langsung hasil panen ke pemilik selepan tanpa menjemurnya. Namun tak sedikit juga yang memilih untuk menjemur padi mereka baru membawanya ke selepan, sebagian padi akan mereka jual dan sisanya digunakan sebagai bahan persediaan makanan di rumah. Nenek tua itu masih terdengar menggerutu setiap kali ada orang lewat yang menyapanya, ia merasa tertipu oleh cuaca hari ini. Ia yang susah payah menutup terpal harus kembali membuka terpal dan meratakan padinya, sungguh melelahkan. Namun ia harus ikhlas melakukan semua ini karena tak mungkin padi dapat menjemur dirinya sendiri.

                “Terakhir turun sini”, kata supir itu, memaksa aku menghentikan obrolanku dengannya. Dia mengajakku turun, entah dimana kami turun, aku tak tahu daerah mana ini, begitupun dia. Dia membayar ongkos dan menanyakan cara menuju Pulogadung pada supir tadi. Jam di hapeku menunjukkan pukul 14.30 WIB, setengah jam lagi jadwal keberangkatan bis yang akan aku naiki. Dia berjalan di sampingku, menggerakkan tangannya untuk menghentikan mobil agar memberi jalan pada kami untuk menyeberang. Kami kembali melanjutkan perjalanan menuju ke Pulogadung. Kami hanya berdua duduk di belakang, beberapa saat kemudian dua wanita dewasa masuk menemani kami. Mereka asyik mengobrol sejak awal masih di pinggir jalan, entah apa yang mereka obrolkan, terlihat asyik hingga aku dan dia seketika ikut mengamati obrolan mereka. Sesekali mereka menggunakan bahasa Jawa, tentunya aku mengerti apa yang mereka katakan, sungguh obrolan yang terdengar lucu ketika menggabungkan beberapa kata bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.

Dia menoleh ke arahku, tersenyum dengan manisnya “Aku juga ngerti apa yang mereka omongin”. Aku hanya menanggapi dengan senyumku yang terlihat meremehkan, “Emang kamu bisa ngomong bahasa Jawa? Coba sekarang ngomong.” Beberapa kali aku tertawa mendengarnya mengucapkan satu dua kata dalam bahasa Jawa, terdengar kurang cocok namun itu sudah membuatku senang karena bisa memaksanya berbicara bahasa Jawa.

Tak sampai setengah jam akhirnya kami sampai di terminal. Dia masih berjalan di sampingku, mengantarkanku menuju pintu masuk Loket Terminal Bis Antar Kota. Kami berhenti di depan seorang petugas terminal, petugas itu menanyakan kota tujuan kami. Setelah menyebutkan PATI, seorang laki-laki bertubuh subur beranjak dari tempat duduknya, berjalan ke arah kami dan berkata akan mengantarkan kami menuju loket bus. Aku menanyakan bis langgananku padanya, laki-laki itu hanya menganggukan kepalanya dan menghentikan langkahnya setelah sampai di depan sebuah loket. “Mbak, bisa pesan tiket Pahala Kencana jurusan Pati?”, aku menanyakan pada petugas loket. Wanita penjaga loket itu hanya mengangguk, setelah mencatat namaku di lembaran tiket dan memberikan uang kembalian ongkos tiket barulah bapak bertubuh subur tadi menyuruhku duduk menunggu bus.

 Dia mencarikan tempat duduk untukku, hampir semua tempat untuk menunggu telah penuh. Hanya ada dua tempat duduk kosong, bangku yang hanya sisa satu tempat untuk satu orang sedangkan di sampingnya ada kursi. Dia menyuruhku duduk di kursi, sedangkan dia duduk di bangku sampingku. Kami asyik mengobrol, ketika dia meminjam tiketku barulah aku menyadari bahwa tiket bus itu bukan Pahala Kencana, namun Mawar. Aku menghela napas mengatakan padanya kita salah membeli tiket. Aku tengokkan kepala ke belakang, bapak bertubuh subur itu masih duduk di depan loket bus Mawar meladeni sepasang suami istri yang kebingungan membeli tiket, mungkin ini sasaran yang empuk baginya, sedangkan loket Pahala Kencana, bus langgananku itu berada tiga meter di samping loket Mawar.  Aku tersenyum tipis, tersenyum atas kecerobohanku dan tersenyum sebagai ucapan selamat kepada bapak bertubuh subur itu yang telah berhasil menipu kami. Dia membesarkan hatiku, mengatakan bahwa ini akan jadi pengalaman berharga bagiku, karena kita akan tahu setelah kita mengalaminya sendiri. Aku memandangnya, beberapa detik mengagumi sosok yang saat itu berada di sampingku. Seseorang yang mungkin delapan bulan ke depan tak ada lagi di sampingku.

Kembali menuju rumah

Dia mengantarku sampai aku masuk ke dalam bus, duduk di sampingku dan sedikit mengobrol. Beberapa menit kemudian supir bus membuka pintu bus dan mulai menyalakan mesin. Aku kira bus akan segera berangkat, dan dia pun berpamitan untuk pulang kembali ke kosan. Aku menganggukan kepala, dan hanya melihat kepergiannya dari jendela bus. Jadwal keberangkatan bus memang jam 16.00 WIB, namun sampai jam 17.00 WIB barulah pak supir benar-benar menginjak gas kendaraan itu. Hari yang tadi cerah mulai berubah menjadi gelap, rintikan hujan juga menemani perjalanan pulangku kali ini. Dia telah sampai di kosan, mengirimkan beberapa sms kepadaku, dan aku sudah berada dalam kemacetan jalanan ibukota menuju tol. Perpisahan yang kurang dramatis menurutnya, namun begitu berkesan menurutku. Perpisahan untuk mengantarkan kepulanganku sekaligus kepergiannya tiga hari lagi.

 Aku duduk di samping seorang laki-laki, mungkin aku lebih pantas mnyebutnya seorang bapak. Laki-laki bertopi yang duduk di sampingku beberapa kali bertanya padaku. Mencoba mengakrabkan diri, namun aku tak begitu tertarik menganggapi pertanyaannya. Aku tak mengenalnya dan aku harus tetap jaga jarak pada bapak itu walaupun ia terlihat baik.

                Beberapa kali bapak itu menawari makanan padaku, tak satupun makanan darinya aku terima karena saat itu aku sudah membawa persediaan makanan sendiri. Bapak itu juga menanyakan alamat facebook ku, entah apa tujuannya menanyakan itu. Setelah terpaksa memberitahunya karena alasan tak enak padanya maka ia pun segera mengambil handphone di sakunya dan log in ke facebook. Add friend, pilihan yang ia klik setelah melihat profileku, ia pun memintaku untuk segera mengconfirm. Aku hanya tersenyum menanggapi perkataan bapak itu.

Bus melaju kencang menembus gelapnya malam, beberapa orang di bus terlihat sudah melayang ke alam mimpinya. Begitupun aku, aku hanya tidur dalam dinginnya AC bus malam itu. Beberapa kali bus berhenti, ke SPBU untuk mengisi bahan bakar ataupun ke Rumah Makan. Beberapa orang turun untuk mengisi perut, sedangkan aku memilih untuk tidak memakai kupon makanku, aku masih di dalam bis. Membuka bungkus roti dan mulai memasukkan sepotong roti ke mulutku. Setelah itu aku kembali tertidur pulas.

Matahari bersinar dengan teriknya

                “Alhamdulillah”. Kulihat nenek itu tersenyum sambil mengusap keningnya yang berkeringat. Akhirnya semua terpal yang ada di depannya telah dibuka dan semua padi kembali bersiap menerima hangatnya cahaya sang surya. Nenek itu kembali berjalan ke arah barat, menuju rumahnya, perlahan bayangan nenek dan cucunya menghilang dari pandanganku. Mungkin sesampainya di rumah mereka akan meneguk dinginnya air kendi untuk menghilangkan dahaga. Setelah itu mereka akan beristirahat sejenak menghilangkan lelah sebelum sore datang dan mereka harus kembali membereskan padi-padinya.

                Cahaya matahari pagi yang menyilaukan perlahan menembus jendela di sampingku. Aku membuka mataku setelah tertidur lelap semalaman dalam perjalanan panjang menuju rumah. Tak terasa pemandangan gedung-gedung besar nan kokoh yang semalam masih dekat denganku sekarang telah berubah menjadi hamparan sawah dengan padi-padi menguning di bawah sinar matahari pagi yang terasa hangat. Yah, sebentar lagi aku sampai ke rumah. Beberapa menit bus berjalan, sebuah pabrik besar yang berada di perbatasan kotaku kembali menyapaku. “DUA KELINCI BERTANDUK”, tulisan yang berada di depan pintu masuk pabrik, agak ke kiri terlihat kios kecil dimana pengunjung dapat melihat dua kelinci bertanduk dan membeli buah tangan khas Pati. Bus semakin memasuki wilayah kotaku, kawasan ini tak lagi asing denganku. Trotoar-trotoar dan beberapa pohon di pinggir jalan rasanya menyapaku dalam diamnya. Aku arahkan pandangan ke kanan, sebuah gedung tua nan megah dengan hamparan rumput hijau di lapangan luasnya berhasil membuatku terdiam. Beberapa saat pikiranku melayang ke beberapa tahun silam, gedung tua yang tak lain adalah SMAku, trotoar, gang kecil dan pohon-pohon itu menjadi saksi perjalanan hidupku selama ini. Mulai dari aku membuka mataku di pagi hari, keluar berangkat kos bersama teman-teman tersayangku, menyusuri gang kecil dan berjalan di trotoar menuju ke sekolah. Beberapa titik terlihat berbeda dari saat terakhir aku berada disini. Trotoar terlihat lebih bersih, pohon-pohon juga telah tumbuh besar dari yang terakhir ku lihat, dan gedung tua yang merupakan peninggalan Belanda itu masih terlihat megah dan bersih. Beberapa ruangan terlihat telah direnovasi, juga ada ruangan baru yang di bangung, musholla yang dulu kecil sekarang terlihat kokoh di lantai dua. Membuat semua orang nyaman dan bisa melihat pemandangan sekitar dengan jelas. Semua terlihat semakin indah, disanalah aku bisa mengenang masa remajaku dengan mata berkaca-kaca.

                Di pertigaan jalan itu bus berhenti, aku melangkahkan kakiku menuruni anak tangga bus. Di seberang jalan terlihat ibu dan bapakku yang  menjemputku. Sambil membawa tas coklat di pundakku aku berjalan menuju mereka. Beberapa saat kemudian aku sampai di sebuah rumah yang sangat menyejukkan hatiku dan bertemu “mereka”, orang yang kunantikan. Setelah meletakkan tas coklatku, aku yang sejak kemarin belum mandi pun mengunjungi kamar mandiku dan membersihkan tubuhku setelah perjalanan panjang. Tak lupa untuk mengisi perut dengan makanan khas masakan nenekku tercinta, terasa begitu lezat. Tubuh bersih, perut kenyang, saatnya berhibernasi. Tetapi sebelumnya aku mamgambil handphoneku mengetikkan beberapa kalimat dan memilih kirim ke banyak. Memberitahukan pada orang-orang yang menyayangiku bahwa aku telah sampai di rumah dengan selamat dan tak lecet sedikitpun. Aku juga mengirimkannya kepada dia karena aku telah berjanji untuk memberitahunya jika aku telah sampai di rumah. Sungguh perjalanan pulang kali ini begitu mendadak, namun menyenagkan dan sangat berkesan.

                Nenek itu dan cucunya telah masuk ke rumah mereka. Di hadapanku kali ini hanya terlihat hamparan terpal yang diatasnya terdapat padi yang sedang dijemur. Tak nampak lagi nenek dan cucu ataupun wanita yang berkali-kali lewat depan rumahku sambil menuntun sepeda dengan karung padi diatasnya. Hari sudah siang dan mereka semua mungkin sedang beristirahat. Bunyi sepeda  motor mendekat ke rumahku,  bapakku telah pulang dari mengajar di Sekolah Dasar. Memarkirkan sepeda motor ke garasi dan berjalan ke arahku. Menyuruhku segera mandi karena nanti sore ritual khusus setiap aku pulang kampung akan dimulai. Ya, ritual khusus itu adalah “berkunjung ke rumah nenekku”. Ku tutup lepiku dan tulisanku kali ini telah selesai. Tunggu karya selanjutnya.. hehehe

                                                                                ~The End~

~telah selesai sepenuhnya di ruang tengah, sambil nonton tv~

24/02/2011

 10.40 WIB :)