Minggu, 19 Desember 2010

Demam Pulkam menyerang..


17-12-2010
Yey ..!!!!!!
“LIBUR SATU TAHUN..!!”, pekikku dalam hati..
Meluapkan semua yang ada di hatiku, rasanya lega melihat selembar kertas pengumuman yang tertempel di mading gedung B lantai 3, disana tertulis “ kuliah terakhir pada tanggal 23 Desember 2010 dan kembali masuk tanggal 3 Januari 2011”..
Betapa senang hatiku, bagaikan mendapat setetes air sementara aku berada di tengah gurun yang gersang, yang haus akan keluarga, merindukan mereka semua yang ada di kampung halamanku. Tak sabar aku menanti saat itu tiba, ya jika dihitung detik ini juga maka enam hari lagi aku pulang. Enam hari, bukan waktu yang lama, namun akan terasa begitu lama ketika kau berada dalam sebuah penantian. Akan tetapi, selama apapun aku akan menunggu untuk sebuah kebahagian. Hehehehe. Detik-detik menjelang kepulanganku aku merasa ada yang aneh, membayangkan sambutan apa yang akan diberikan keluargaku, mungkin aku terlalu PD jika memikirkan ini, tapi mungkin seperti itu yang akan dilakukan nenekku saat melihat cucunya pulang ke rumah setelah sekitar empat bulan berada di kota orang.
“Mau dimasakkin apa?”, aku teringat kata-kata itu, dua setengah tahun yang lalu saat aku baru pertama kali pulang dari kos, saat itu aku baru mencoba menjelajahi dunia anak kos. Di rumah terasa di surga, apapun yang kau inginkan sebisa mungkin akan terpenuhi. Tak seperti Aladin yang hanya mempunyai tiga pemintaan, sedangkan kau bisa memiliki unlimited permintaan.. Bak seorang anak raja yang berada di istana, semua terasa begitu lengkap.
*Kembali ke topik..*
Ya, hari ini 18-12-2010..
Pagi-pagi sekali aku dan teman-temanku sudah sibuk dengan urusan tiket, kami berencana membeli tiket kereta hari ini juga untuk mewaspadai lonjakan penumpang menjelang natal. Untuk itu, kami sepakat mengirimkan utusan untuk pergi ke stasiun menyiapkan “gold card” yang akan memperlancar perjalanan kami.
Akhirnya kertas yang tak berukuran besar  itu telah berada di kantongku, satu perlengkapan untuk pulkam  beres. Yeah.. Agaknya terlalu lebay jika membicarakan pulkam dengan seheboh ini, namun ini memang moment yang aku dan semua temanku tunggu..
Demam pulkam*..
Mungkin virus itu yang sekarang munyerangku, menjalar-jalar bagai akar mangrove menyebar  ke seluruh tubuhku.  Tak ada persiapan spesial untuk pulkam. Hanya saja aku menyiapkan sesuatu yang khusus. Oleh-oleh sederhana untuk seseorang di kampung telah siap. Untuk adekku tersayang, walaupun kerap kali “bercekcok”, namun aku tahu dia sangat merindukanku, begitupula yang aku rasakan padanya. Hanya sebatas oleh-oleh sederhana dari kakakmu yang “sok cool” ini, semoga kau menyukainya adekku.
Hanya untuk adekku, empat orang lainnya yang berada di kampung mungkin tak seberuntung adekku yang akan mendapatkan buah tangan dariku. Aku pikir mereka tak perlu buah tangan, mengingat usia mereka yang tak muda lagi. Mungkin mereka lebih membutuhkan kehadiranku untuk mengobati rasa rindu mereka, atau malah menjadi orang yang selalu merepotkan mereka dengan segudang sikap dan sifat yang aku miliki. Entahlah, namun mereka pasti amat sangat dan benar-benar menantikan kedatanganku. Mereka, Bapak, Ibuk, mbah Yang, dan mbah Min. Orang-orang yang begitu berarti dalam hidupku.
Satu bulan yang lalu, lewat pesan singkat, aku tahu dari adekku bahwa ada tiga penghuni baru di rumahku. Aku pun penasaran, siapa mereka. Dan adekku berkata bahwa mereka adalah penerus Bitis. Terkejut mendengarnya, sebelumnya tak ada kabar apapun, namun tiba-tiba Bitis membawa keturunan baru untuk bergabung menjadi keluarga kami. Nampaknya aku mempunyai PR yang harus segera aku kerjakan, yaitu memberi nama “keturunan Bitis”, tiga keturunan berarti tiga nama. Sampai saat ini akupun belum menentukan siapa nama yang pas untuk mereka, aku masih menunggu wangsit dalam memberi nama bagi mereka. Hehehe... Jangan kau anggap serius kawan, jika kau tahu pastilah kau terkejut. Nah, sekarang akan kuberitahu padamu siapa Bitis itu. Bitis adalah nama “KUCING” kesayanganku. Hehehe..  Sejarahnya sangat panjang tentang asal mula kehadiran Bitis dalam kehidupan kami. Walaupun hanya seekor makhluk tak berakal, aku dan keluargaku tetap mengganggap Bitis seperti bagian dari kami. Tak jarang kehadirannya juga membawa keceriaan dalam hidup kami, maen-maen, mengelus-elus, berlari-larian dengan Bitis adalah hal yang sudah lama tak aku lakukan. Sangat rindu..

Jumat, 17 Desember 2010

tritikk..


Dua kali ini aku mendapat teguran. Entah apa yang kupikirkan, itu sebuah kritik, ya aku tahu, mereka memberiku kritik demi perbaikan diriku. Tapi mungkin ini bukan saat yang tepat. Terkadang aku bingung akan diriku sendiri, sebenarnya bagaimana aku? Ketika aku memutuskan untuk tetap diam maka itu dianggap salah. Sedangkan ketika aku mengubahnya untuk berani mengutarakan pendapatku, namun itu juga tak dianggap benar. Lantas bagaimana seharusnya aku?
Aku tak ingin hanya diam saja, dan aku juga tak ingin hiperaktif. Hanya dalam situasi tertentu aku mau berbicara, walaupun kenyataannya banyak yang ingin aku ungkapkan. Namun itu bukan tipeku. Aku mungkin lebih suka mengungkap semuanya dengan menulis tanpa berbicara secara langsung. Dan ketika aku mulai mencoba mengubah itu, kenyataannya itu tak semudah yang aku bayangkan. Banyak hambatannya, mungkin karena salahku. Namun tahukah engkau, aku sedang mencoba. Mencoba lebih mengenali diriku dan tahu apa yang sebenarnya ada dalam diriku.
Lumayan sering mengikuti kuliah umum dari Pak Yakub membuatku termotivasi untuk semakin berani. Aku hanya seorang gadis pemalu, ya itulah aku sebelum masuk Polman.  Tapi kali ini aku ingin berubah. Ibaratnya ingin mencoba yang selama ini belum pernah aku coba. Butuh harga untuk membayar semua itu, memang benar. Namun ini yang aku mau.
Aku sadar akan umurku, namun aku masih sering bersikap seperti anak-anak. Sebenarnya aku juga ingin mengubahnya. Ya, akan aku coba untuk menjadi sosok yang lebih baik.

Selasa, 23 November 2010

Keanehan Pertama..

23-11-10

WUISH..
Baru nyadar seberapa "anehnya" teman-temanku, gak bisa bayangin deh gimana rasanya kalo saat ini salah satu diantara kami ada yang megang makanan.. Ihh, pasti eneg banget..
Sampai kapan suara-suara ini berhenti,, "Nggilani", itu bahasa Jawanya..
Tahu artinya??

Teman-temanku memang unik, dengan segala sifat-sifat yang mereka miliki, kesukaan mereka, sampai perilaku masing-masing dari mereka pun unik. Hal sekecil apapun akan menjadi heboh ditangan mereka. Gak cewek gak cowok kita semua kompak dalam hal "gosip". Yah beginilah, hidup kami seakan-akan berada di dunia industri perfilman yang pastinya gak pernah jauh dari gosip. Bahkan ada juga yang sebagai fotografer misterius yang hobi mengabadikan setiap momen yang terhitung menarik. Tak hanya sekali, foto itu pun berkali-kali masuk ke jejaring sosial facebook..
Layaknya artis Korea, tak ada diantara kami yang bebas gosip, semuanya pasti pernah terkena panah sang peri ataupun pera gosip.. *baru denger ada istilah pera gosip???"

Aku seperti menemukan lingkungan baru yang sangat menyenangkan, ada beberapa hal yang begitu menyenagkan disini:
1. Kau tidak perlu berakting dengan mereka, just be your self. Mereka akan menerimamu dengan segala "kegilaanmu"..
2. Kau bebas "meledek" temanmu, tapi dalam konteks yang masih diperbolehkan lah.. Kita semua dah ridho kok kalau diledekin, jadinya santai aja :)
3. Kau bebas mengatakan apapun, mau kata-kata penting ataupun gak penting, gak jadi masalah. Ingat: "Mari ngeteh, mari bicara"..
4. Kau boleh menyanyi sesuka hatimu, lagu apapun yang kau inginkan.. Bagus atau tidak suaramu, semuanya dianggap bagus. Tenang aja :)

Berada di lingkungan yang menyenangkan, bisa berkumpul dan tertawa bersama orang-oramg yang menganggap lucu hal-hal yang sama.. Hahaha :D
Rasanya bebas berceloteh ria,begitu menyenangkan ..

Aku mungkin tak suka berterus terang, dan hanya menyimpannya dalam hati. Hanya pada orang-orang tertentu aku mau menceritakan atau mengatakan apa yang aku rasakan saat itu. Entah rasa sebel, marah, ataupun merasa terharu. Apa lagi mengenai hal-hal yang berbau “so sweet”. Terkadang aku merasakan betapa aku menyayangi orang-orang yang berada di sekitarku,  orang tua dan teman-temanku. Parahnya aku lupa kapan terakhir aku mengatakan pada mereka kalu mereka begitu berarti bagiku, dan aku sangat menyayangi mereka. Menurutku, semua itu tak perlu diungkapkan, karena aku memang bukan tipe-tipe orang yang sering mengatakan hal-hal seperti itu. Namun, aku hanya bisa menyatakannya  dengan sikapku pada mereka dan berharap mereka bisa tahu bahwa mereka begitu berarti untukku..  

Minggu, 21 November 2010

Agaknya terlalu panjang ni..


17-11-2010
Dengerin lagu Bondan&Fade2Black,  biasanya selalu terbawa alunan syair dan merdunya suara Bondan, namun kali ini tidak.  Gak konsen. Tv ku yang sejak tadi nyala pun tak dapat menyita perhatianhku. Sendirian aku berada di kosku yang cukup luas ini, hanya duduk diatas kasur yang tergeletak di lantai, dimana setiap hari aku meregangkan urat-uratku setelah seharian kuliah. Menghadap ke laptopku yang setia mendampingiku..
Hari ini terasa begitu cepat berlalu, setelah sholat idul adha, semuanya terasa begitu cepat ketika aku menyadari jam dindingku telah menunjukkan pukul 18.00 WIB. Yah, sudah waktunya sholat magrib. Tapi aku masih menunggu kepulangan temanku, awalnya dia mengajakku ikut dengannya namun aku merasa saat ini ingin sendirian. Inilah yang berbahaya, ketika kau sendirian pasti banyak hal yang akan menyita pikiranmu kawan. Begitupun aku saat ini.
Begitu banyak yang aku pikirkan, hingga aku bingung akan memulai dari mana. Sejenak aku merenung, tiba-tiba handphoneku berbunyi, Ibuku memanggil, seketika itu aku angkat dan ibuku berkata jika ibu ingin ke Jakarta, memenuhi undangan saudaranya sekaligus menengokku. Tapi dengan bijak aku berkata, jika tak mendesak sebaiknya ibu tak usah ke Jakarta dulu, aku desember pulang dan lebih baik jika ibu datang ketika aku tak bisa pulang. Ibuku menerima, satu hal clear!
Hal kedua, cucianku menggunung, menunggu untuk aku sentuh namun aku masih enggan beranjak dari tempatku ini.
Hal ketiga, tak tahu apa yang harus aku lakukan..
Hanya tiba-tiba aku teringat pada satu kalimat “Ceria dan penuh perhatian”..
Selalu saja kata itu, mungkin itu yang akan diucapkan teman-temanku ketika mendengarnya. Tak heran, lebih dari dua kali sehari aku ucapkan kata-kata itu,  mungkin jika pengucapan kata-kata itu bagaikan meminum obat maka aku pun akan overdosis karena sering mengkonsumsinya. Untunglah tidak, karena belum pernah ku dengar ada batasan dalam pengulangan pengucapan kata  *Jangan kau hiraukan celotehku ini*
                Baiklah akan aku ulas sedikit tentang dua kata pamungkasku itu. Dengarkan baik-baik kawan..
                Sejarahnya, aku mendapatkan kata-kata itu di bagian atas artikel pada suatu majalah remaja, aku lupa nama majalahnya. Judul artikelnya tentang arti warna kesukaanmu. Nah dapatkah kau menebak warna apa yang menggambarkan ceria dan penuh perhatian? Ya, ORANGE.. aku lebih suka menyebutnya “oranyo”, sejak kecil memang kata itulah yang keluar dari mulutku ketika orang tuaku menanyakan warna apa yang aku sukai. Jika saat ini aku ditanya tentang arti warna-warna lainnya tentu aku tak bisa menjawabnya, karena aku hanya memfokuskan pada satu warna yang aku anugerahi jabatan sebagai warna favoritku.
                Keceriaan dan perhatian, mungkin itu yang dapat melambangkan diriku. Ingin aku seperti warna itu, memberikan keceriaan dimana pun aku berada dan kepada siapapun serta memberikan perhatian pada siapa saja yang telah mengisi hidupku.

*lanjutan 21-11-2010...
Tapi tidak dari orang lain kepadaku, aku memang kelihatan ceria. Semua orang mengenalku seperti itu, sesuatu yang umum. Namun, hanya orang-orang tertentu yang bisa mengenalku saat keceriaan sejenak hilang dariku. Mereka adalah orang-orang yang aku percayai untuk mengetahui seluk beluk diriku. Mungkin pengalaman yang membuatku begini, untuk lebih selektif dalam mempercayai seseorang. Aku ingat ketika masih duduk di bangku SMA, 2 tahun yang lalu, tepatnya ketika aku masih kelas XI..
                Seorang perempuan, seumuran dengan ibuku ada disaat aku dan teman-temanku membutuhkannya. Bak seorang pahlawan yang sengaja dikirimkan Tuhan pada kami, beliau sangat mengerti keadaan kami yang saat itu sedang galau. Kami pun sepenuhnya percaya pada beliau, menggantungkan nasib kami selanjutnya padanya. Dan yakin pasti dia akan memberikan yang terbaik pada kami. Tentunya kalian berpikir apa yang terjadi padaku dan teman-temanku? Yah, aku dan empat orang temanku tinggal di sebuah rumah kos bersama seorang janda dan anak perempuannya yang masih SMP. Ini adalah saat pertama aku memutuskan untuk tidak tinggal bersama orang tuaku.. Hari demi hari awalnya terasa berat jika kau baru pertama kali merasakan hidup sebagai anak kos, begitupun aku. Semua tugas rumah yang biasanya dilakukan orang lain seketika itu harus aku lakukan sendiri, agak canggung awalnya namun lama-lama semuanya berjalan dengan lancar.
                Semua terjadi saat ibu kosku meninggal dunia, ya begitulah keadaannya, sangat singkat. Akupun saat itu tak percaya, seorang wanita yang sore itu masih aku lihat sedang menyapu halaman rumahnya, sedangkan paginya hanya bisa tidur dengan kain yang menutupi seluruh tubuhnya. Singkat cerita, anakperempuan ibu kosku pindah ke rumah neneknya yang jauh dari tempat kami tinggal. Sedangkan rumah kos kami rencananya akan ditempati anak laki-laki ibu kos yang umurnya hanya beda satu tahun dariku, dia lebih tua.
                Awalnya kami menolak dan ingin pindah. Namun wanita itu meyakinkan kami agar kami tetap tinggal. Ia akan menjamin keadaan kami. Beliau terus saja memberikan sugesti-sugesti positif dan iming-iming pada kami. Dan akhirnya kami pun memutuskan untuk tetap tinggal, dengan pertimbangan sebentar lagi kami akan menghadapi UAS.
                Pada awalnya semua berjalan dengan lancar, namun tidak untuk bulan selanjutnya. Hidup di rumah itu bagaikan tinggal dengan seseorang yang jauh dari apa yang kau harapkan. Kerap kali dia berlaku bodoh, mengunci pintu rumah dan membiarkan kami menunggu kedatangannya. Pernah satu ketika, ia mengunci pintu rumah ketika ia pergi menginap di rumah temann ya. Aku dan teman-teman hampir saja membolos karena sepatu kami ada di rumah itu. Apa mungkin kami pergi sekolah tanpa memakai sepatu? Tentu tudak bukan? Dan kami harus mencari pinjaman sepatu sebanyak lima pasang, karena kami berlima. Sungguh menyesakkan dada, kami harus rela memakai sepatu yang kebesaramn ataupun sedikit kekecilan.
                Tak hanya itu, masalah-masalah lain kerap muncul sesering tumbuhnya jamur. Pernah aku dan satu temanku kena semprot abis-abisan dari pembantu rumah tangga mas kosku itu karena hal yang memang tidak pernah kami lakukan. Sedangkan mas kosku yang saat itu melihat, hanya diam tanpa mempedulikan perasaan kami. Kami diperlakukan seolah-olah menumpang tinggal di rumahnya.
                 
 Puncaknya, wanita yang sebelumnya kami anggap peyelamat itu datang dan meminta kami mengangkat kaki dari kos. Tentunya dengan nada halus, tapi sangat menyakitkan. A sampai Z, ia memperpanjang pidatonya. Tak kuasa mendengar celotehannya seketika itu akupun meneteskan air mata. Begitupun temanku. Sungguh tak menyangka, ia termakan kata-kata dari PRT dan menuduh kami yang tidak-tidak. Bukankah kami telah memberikan apa yang inginkan? Dengan menjaga dan merawat rumah ibu kos? Tapi kenapa mereka tak sebaik ketika ibu kos masih hidup?.. Salah satu orang tua temanku datang dan bertanya kejelasan status kami dan apa yang sebenarnya terjadi. Tanpa tanggung2 wanita itu menjelek2an kami berlima. Sedangkan dengan orang temanku yang lainnya ia bermanis muka dengan menawarkan satu kamar di rumahnya ( yg jga kosan ) untuk ditempati temanku. Tentu saja temanku menolaknya..!!
Aku pulang ke rumah, masih menggendong tas punggung merah kesayanganku. Ku sandarkan punggungku hingga menempel di dinding dan aku duduk di lantai. Lambat laun suara tangisanku mulai terdengar. Ayah ibuku menatapku, aku menceritakan semua yang terjadi padaku. Tentang begitu kecewanya aku kepada wanita yang kuanggap sebagai ibu peri, tentang seberapa marahnya aku padanya. Ia yang aku percayai dengan sepenuh hati ternyata tega memperlakukanku dan teman-temanku seperti itu. Dan yang dilakukan ayah ibuku hanya tersenyum, hampir tertawa namun tak  sampai terdengar suaranya..
“Kau telah mendapatkan satu pelajaran penting dalam kehidupan, dan itu akan membuatmu semakin dewasa”.
Itulah yang dikatakan ayahku, singkat namun begitu mengena.
Ibuku menambahi dengan cerita yang cukup panjang, yaitu bagaimana jika orang yang menghianatiku adalah sahabatku atau orang yang benar-benar aku percaya. Tentu akan lebih sakit. Aku menyangkalnya, seorang sahabat tak akan tega menghianatiku. Ibuku berkata semua bisa saja terjadi maka aku pun harus memilah-milah mana yang baik untukku dan jangan mudah percaya pada orang dan menilai seseorang hanya dengan melihat satu tindakannya.
Yah,  aku memang terlalu polos karena berpikir semua orang yang aku kenal adalah orang baik dan tak akan tega berbuat jahat padaku. Cukup pantas, karena sejak kecil aku tinggal dengan keluarga, teman bahkan tetangga yang semua menyayangiku dan begitu baik padaku. Namun, ternyata di dunia ini juga ada orang yang kurang baik, dan mungkin mereka ada disekitarku. Satu pengalaman yang mengesankan. Aku memang sedih atas apa yang aku alami, tapi aku juga bersyukur karena diberi kesempatan Tuhan untuk menjadi lebih dewasa dan mungkin tak semua orang mendapatkan pengalaman sepertiku.
“Mungkin kau beruntung mendapatkan sahabat yang benar-benar kau percayai, begitupun mereka yang begitu percaya padamu”, aku terpaku mendengar kata ibuku. Terbayang wajah keempat sahabatku yang sejak kejadian itu pula membuat kami semakin akrab layaknya saudara. Karena kami telah melewati masa-masa senang dan sedih bersama-sama.
Dan terakhir ayah berkata, “saat ini kau boleh menangis, karena mungkin kau belum pernah mengalami ini sebelumnya. Namun jadikan ini sebagai pelajaran yang nantinya akan membuatmu semakin dewasa dan kuat dalam menjalani hidup. Dan ketika persoalan besar menghampirimu, cobalah untuk tidak menangis.”
Hatiku bergertar, ku seka air mataku dan tersenyum , “betapa mengagumkannya kedua orang yang ada dihadapanku itu, dan aku berterimakahih kepada Tuhan yang telah memberikan kesempatan bagiku untuk menjadi buah hati mereka”

Selasa, 16 November 2010

15 November 2010
“ Apa yang ingin kau katakan, jika kau tak sanggup mengungkapkannya, maka mulailah menuangkannya dalam goresan tinta pada secarik kertas”.
Kau akan merasa puas jika telah menuangkan apa yang telah lama kau pendam. Begitupun ak kawan, jika aku tak mampu untuk berkata, maka aku pilih dengan menulis. Tentu saja tak sesimpel dan semudah apa yang langsung kau katakan. Ini hanyalah untuk orang-orang yang suka memendam sendiri apa yang memang tak harus ia bagikan pada orang lain secara langsung.
Dan, malam ini aku kembali bercerita denganmu, laptop bisu yang selalu setia menunggu cerita, keluh kesahku..
Entah apa yang aku rasakan, aku tak tahu. Aku tak lantas percaya semudah itu dan tak pula menyepelekan itu. Hanya aku dan Tuhan yang tahu apa yang saat ini ak rasakan. Sungguh aku senang..!! Anak kecilpun tahu kebohonganku jika saat ini aku berkata “tidak senang atau biasa saja”..
Mulailah mengenalku dan kau akan tahu siapa aku sebenarnya, tak seistimewa Muntaz Mahal atau mengagumkan bak seorang Cleopatra. Bukan.. tentunya itu suatu perumpamaan yang terlampau tinggi untuk menggambarkan akan keberadaanku.
Terkadang aku merasa tak berarti, tapi bagiku itu hanyalah sepeti “setitik debu diantara banyak orang, dan kau berada disana”.
Yah, setitik debu, banyak yang mengira tak berarti.. Namun, jika debu itu terbang dan mengendap di matamu, tentu lain critanya bukan? Di dunia ini tak ada yang tak berarti, semua akan peuh makna di kemudian hari..
Namun, jika aku meragukan akan ada dan tiadaku, maka cinta mengumumkan AKU ADA..!!!!
Cinta bermakna luas, tak hanya sebatas sepansang kekasih yang kemanapun terlihat bersama, kebanyakan anak SMA, itu hanya sebagian kecil dari makna “cinta” yang sebenarnya..
Cinta, walaupun sering mendengarnya namun aku tak tahu apa arti yang sebenarnya. Ia hanya sebuah istilah yang multitafsir sehingga semua orang dari setiap golongan berhak menyuarakan deskripsi mereka tentang apa itu cinta..
*aku sungguh tak suka menulis kata cinta, namun tak tahu kenapa malam ini kata itulah yang ingin aku tulis, atau mungkin karena aku sedang menggeleluti novel “Taj Mahal” yang bercerita tentang cinta sejati??*
Intan menjawab: mungkin seperti itu J

Kamis, 04 November 2010

Gak sengaja nulis ini.

Kamis, 4 November 2010
Tepat 12.30..
Bahuku kusandarkan di sebuah kursi yang berada di barisan paling depan lab komputer 406, dosen belum datang, teman-teman cowok sibuk dengan game terbaru yang membuat mereka ketagihan untuk main, main, dan terus saja main. sedangkan teman-teman cewek mencoba ikut menguasai game yang notabennya cocok untuk cowok. Katanya sih menyamakan gender jadinya, gak cowok, gak cewek game apapun okey lah.

Komputer bernomor 30301 di barisan nomor dua dari belakang ditempati temanku, sedangkan aku harus rela mengungsi ke komputer milik temanku yang lainnya. Hal ini sudah biasa terjadi dikalangan anak-anak MI, tukar menukar bangku hanya untuk lebih menyemarakkan main game “CS” atau yang lebih jelasnya game tembak-tembakan ( bahasa gaulnya gitu ).

Aku sudah kembali ke singgahsanaku, disinilah aku ratu penguasa komputer 30301, gak ada kerjaan, dosen belum juga datang. Entah apa yang harus aku kerjakan, gak jelas. Aku hanya mencoba menuliskan apa yang saat ini ada dalam pikiranku. Membiarkan jari-jariku menari diatas tuts2 keyboard. Mengawali dengan kata apa aku juga bingung .

Yah, akan aku awali cerita ini dengan satu kata “AKU”..
Sulit untuk mendiskripsikan tentang aku, tapi saat ini aku mencoba mengubah sedikit demi sedikit dan mencoba lebih menjadi pribadi yang dewasa. Itu masalahnya, sering aku berpikir hidupku tanpa orang tuaku, pasti sangat “kepontal-pontal”. Besar, kecil, sedih, senang semuanya yang terjadi padaku pasti aku ceritakan kepada ibuku. Ibuku bagai sahabatku, dia selalu ada disaat aku membutuhkannya, selamanya akan tetap seperti itu. Dan sekarang keadaannya berbeda, aku jauh dari orang tuaku, ya pilihan untuk tinggal di kota besar akan mengubah hidupku selanjutnya. Ini bukan pilihan yang sepele, sempat ibuku memintaku untuk mempertimbangkannya lagi, namun aku kekeh dengan pilihanku. Aku pikir tinggal jauh dari orang tua akan memberikan kesan bahwa aku sudah dewasa dan bisa mandiri. Aku pasti bisa, karena aku punya mimpi untuk menjadi pemudik saat lebaran “menjadi orang yang sukses di kota dan akan kembali ke desa” dan membuat orang tuaku bangga. Sedangkan ibuku, cukup simpel, mungkin karena lingkungannya yang begitu mendarah daging dan kecintaannya pada pekerjaan, ibuku hanya menginginkan aku menjadi seorang PNS, tepatnya sorang guru. Suatu harapan yang simpel dari seorang guru yang juga menginginkan anaknya berprofesi sepertinya, meski gajinya tak besar seperti pengusaha tapi cukuplah untuk menopang kehidupan sehari-hari, menabung dan lain lain. Sedangkan aku, tak puas hanya seperti itu, ingin menjadi seseorang yang setingkat lebih tinggi dari orang tuaku, begitu karena tante selalu berkata “Jadilah anak yang bisa lebih tinggi dari orang tuanya” dengan begitu orang tua akan bengga. Sempat terbesit di pikiranku, nah kalau orang tuanya menjadi presiden lalu akan jadi apakah anaknya pada masa depan jika harus setingkat lebih tinggi dari orang tuanya? Tenang, ini hanyalah pertanyaan klise yang tidak membutuhkan jawaban. Kembali lagi dengan pilihan hidupku, singkatnya aku diterima di sebuah universitas swasta di Jakarta dengan beasiswa, kuliah gratis dan dapat uang saku perbulan. POLITEKNIK MANUFAKTUR ASTRA, itu nama kampus itu yang sekarang menjadi tempatku bernaung. Hari itu, aku mengikuti tes perguruan tinggi negeri di Semarang yang merupakan perguruan untuk mendidik mahasiswanya kejalur pendidikan, lebih jelasnya untuk menjadi seorang guru. Ibuku memintaku mengikuti tes masuk, aku dengan setengah hati pun menuruti apa yang dikatakan ibuku. Aku tahu dan sadar bahwa aku tak ada niat untuk masuk ke universitas ini, namun untuk menyenangkan hati ibuku aku pun mengikuti tes masuk. Semua berjalan lancar, sempat salah mengerjakan soal, aku pesimis dapat diterima. Namun, ibuku terus saja memberi semangat dan mengatakan tak masalah apapun hasil akhirnya. Sedangkan aku, tak begitu peduli dengan hasilnya karena aku akan memilih universitas lain sebagai tempatku menuntut ilmu. Aku hanya malu jika gak diterima di universitas itu, karena UM nya terhitung mudah( begitu menurut cerita kakak2 kelasku).
AKU DITERIMA, saat itu juga aku menelpon ibuku untuk memeberitahu kabar gembira ini. Ibuku pun membalasnya dengan hati berbunga-bunga, sungguh tak disangka aku berhasil mendapatkan kursi di universitas yang dulunya ibuku juga menuntut ilmu disitu. Aku pulang dengan wajah bersinar, tawa menghiasi wajahku, langkahku semakin ringan karena bias membuktikan pada ibuku akan keberhasilanku.

Saatnya memilih…
Malam itu, aku, ayah, dan ibuku duduk di ruang keluarga tempat kami biasa berkumpul. Aku memulai rapat singkat itu dengan kesusesanku mengalahkan soal di universitas dambaan ibuku. Berkali-kali aku berkata kalau aku tak akan masuk ke universitas itu, berkali-kali juga ibuku memintaku untuk mempertimbangkan keputusanku lagi. Dan aku telah mantap memilih suatu universitas di ibu kota tersebut dengan segala resiko yang akan aku hadapi. Ayahku mengangguk, tak lama kemudian anggukan kepala ibuku menambah lega perasaanku. Saat itu aku tak berpikir entah bagaimana hidupku kelak, hanya bayangan kehidupan di ibukota yang menyenangkan memenuhi alam pikiranku. 

Sore itu…
Aku, ayah dan ibuku bersiap meninggalkan Pati tercinta. Naik bus Antar Kota Antar Provinsi . Pahala Kencana melesat dengan cepat membawa kami meninggalkan kampung halamanku. Aku arahkan pandangan kosong keluar jendela bus. Sesekali handphone yang ada di tasku berbunyi, beberapa sms masuk dengan kata-kata yang sama, “selamat jalan kawan, semoga kau sukses disana. aku akan merindukanmu,” intinya seperti itu, ada juga yang menyesakkan dadaku ketika aku membaca sms dari temanku yang berkata “aku tak menyangka kau pergi secepat ini, serasa melepaskanmu ke tempat yang jauh T.T”, seakan aku gak akan balik ke kampung halamanku, tapi aku maklum mungkin karena dia begitu berat melepaskanku. Tak hanya itu, yang lebih membuatku tak henti-hentinya mengusap mataku adalah ketika melihat nenekku merangkulku sambil meneteskan air mata. Hanya kakek dan ayahku yang terlihat begitu tegar, dengan senyum kakekku menjabat tanganku dan aku mencium tangannya.”Dia pergi untuk sekolah, jangan menangis, doakanlah dia agar diberi kemudahan”, ucap kakekku kepada nenekku yang sejak tadi terlihat begitu sedih.

Tak lupa tetanggaku banyak yang datang ke rumahku, mereka seakan-akan ikut melepas kepergianku, sambil membesarkan hati nenekku. Beberapa diantara mereka, terutama para ibu pun tak kelewatan meneteskan air mata. Aku begitu terkesan, perasaan campur aduk, ada senang, terharu karena begitu diperhatikan, namun yang paling mendominasi adalah rasa sedih yang gak karuan. Sedih karena harus meninggalkan semua yang ada di sekitarku.
Ku pandang wajah ibuku yang duduk dibangku sebelahku, dan wajah ayahku yang duduk di bangku sebelah kami. Begitu teduh, terlihat tegar namun itulah yang membuatku semakin tak bias berhenti menatap keluar. Sesekali ibuku melemparkan pertanyaan padaku namun aku tak bisa menjawabnya, bukan karena pertanyaan yang sulit seperti pertanyaan dari guru biologi namun karena aku tak bisa mengeluarkan suaraku yang pasti akan membuat ibuku mengerti kesedihanku. Aku tak mau terlihat sedih, aku harus tegar karena ini adalah pilihanku. Namun, aku sadar sebagai seorang ibu tentunya ibuku mengerti apa yang aku rasakan saat ini, dan dia pun mencoba memahaminya.

“bayangkan jika ibumu tahu kalau kau sedih, apa itu tak akan membuatnya semakin sedih? Ini keputusanmu sendiri dank au harus menjalani apa yang telah kau pilih sebagai jalan hidupmu”
Kalimat itu terasa seperti tamparan keras bagiku. Bukankah aku yang memilih semua ini? Lalu kenapa aku harus sedih dan sangsi? Bukankah aku juga yang telah bersikeras dan mau menerima segala resiko yang nantinya menjadi kerikil dalam kehidupanku?
Benar aku harus tetap optimis pada pilihanku, membuat orang tuaku bangga padaku karena ini adalah pilihanku sendiri dan untuk menjadi dewasa aku harus bertanggung jawab atas apa yang aku pilih.

Aku tarik selimut dan menutup mataku,..
Menanti mentari esok yang akan memberitahuku bahwa aku telah sampai di tempat dimana aku akan mengadu nasib dan mewujudkan mimpi-mimpiku..

*aku masih di depan komputer no 30301, dosenku sudah masuk dan memberikan dua tugas pemrograman dengan materi baru yaitu “fungsi”, telah aku selesaikan dan seperti biasa teman-teman kembali melakukan kebiasaannya, maen game sambil mendengarkan musik. Kali ini bukan lagu-lagu mendayu “keris patih dan afgan” lagi namun lagu manca yang aku sama sekali gak ngerti artinya”. Sedangkan aku, masih tetap menulis apapun yang ingin aku tulis, beberapa teman datang dan ingin meminjam komputerku, namun karena aku sedang asyik menulis aku tolak permintaan mereka (devil: mode on).

Nb: teman-teman cewek akhirnya menemukan apa yang cocok untuk mereka, ikut maen game tapi game khusus cewek, bukan masak-masak namun kura-kura meloncat. Akhirnya mereka menyadari betapa susahnya mengikuti game yang dimainkan cowok-cowok (aku senyum saja melihat polah mereka).*

Kehidupanku sudah berjalan satu bulan di kampusku yang baru. Disini semuanya serba baru, teman baru, kampus baru, rumah baru, dan semua perlengkapan yang gak mungkin aku sebut satu per satu yang juga baru. Semuanya terasa biasa saja, aku dah melewati masa-masa PPK, outbond dan lain-lain, semuanya lancar.

Udah sebulan lebih, aku mulai merindukan rumah dan segala isinya. Tak tahu mengapa, walaupun tiap hari ibuku sms atau menelponku namun itu tak mengobati rasa rinduku sepenuhnya. Bagai terkena panu, itu hanya salep biasa yang gak mencabut jamur dari akar-akarnya.

Satu kata yang menjadi inti dan sangat penting saat ini adalah “homesick”. Aku rindu rumah, pengen pulang namun keadaan memaksaku untuk tetap bertahan tinggal disini sambil menunggu kalender berjalan sampai bulan Desember dan mungkin aku baru bisa melangkah dan tersungging senyum lebar di bibirku yang menandakan aku siap untuk pulang.







Aku menemukannya "Makna Kehidupan"...

“Hidup itu kesempatan, manfaatkanlah. Hidup adalah keindahan, kagumilah. Hidup adalah kebahagiaan, resapilah. Hidup adalah impian, sadarilah. Hidup itu tantangan, hadapilah. Hidup adalah kewajiban, tunaikanlah. Hidup adalah permainan, jalanilah. Hidup itu mahal, rawatlah. Hidup adalah kekayaan, jagalah. Hidup adalah kasih, nikmatilah. Hidup adalah misteri, ketahuilah. Hidup adalah janji, penuhilah. Hidup adalah kesedihan, atasilah. Hidup adalah perjuangan, terimalah. Hidup adalah petualangan, beranilah. Hidup adalah keberuntungan, wujudkanlah. Hidup itu sangat berharga, jangan kau sia-siakan. Hidup adalah hidup, maknailah.”

Hidup adalah anugrah terbesar dari Tuhan yang tak ternilai harganya,
Satu anugrah yang bisa mengubah apapun..
Satu kalimat yang aku dapat dari guru Bahasa Indonesiaku semasa duduk di bangku Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pati " yang TERPENTING ADALAH HIDUP", walau diucapkan dengan nada yang mengejek ketika aku dan teman-teman tak bisa mengerjakan tugas dengan benar, namun ternyata kalimat itu penuh dengan berjuta arti yang menggambarkan suatu optimisme yang tinggi..

Yah, HIDUP adalah KUNCI, kunci kita untuk meraih segala mimpi-mimpi kita, ketika kita masih diberi kehidupan maka kesempatan akan terbuka lebar..kegagalan atau apapun tak akan menghalangi langkah kita untuk tetap maju menghadapi dunia.

Suatu hidup akan bermakna jika kita bisa memanfaatkan semua dengan maksimal, memanfaatkan pemberian Tuhan..

bersyukurlah dengan keadaanmu sekarang, apapun itu,,
jika kau merasa kurang puas atas apa yang kau terima dan kau merasa Tuhan tak adil padamu, maka kembalilah pada "arsitekmu" dan ingatlah betapa pentingnya "kehidupan" seraya berkata "Terima kasih Tuhan karena Kau masih memberiku kesempatan untuk melihat bunga bermekaran, mendengar kicau burung dan merasa tentram bersama orang-orang yang aku sayangi"

Dan kau akan menyadari seberapa besar sayang Tuhan pada kita..
:)

Senin, 01 November 2010

Gak buka mulut, gak ada artinya..

Mungkin satu kesalahan fatalku saat ini "AKU HANYA TERDIAM dan MENYIMPANNYA dalam HATI"..
hush..ku hela napas panjangku,
mengeluh, mengeluh dan terus mengeluh..
aku tak habis pikir, kenapa ia tak menyadari perbuatannya? sungguh tak pantas dilakukan. Bukannya aku sok suci kawan, tapi aku sama sekali tak menyangka virus cinta yang kebanyakan orang menjadi GILA dibuatnya itu kini menyerang temanku. Satu,dua,tiga dan berhari-hari lama kelamaan virus mematikan itu menyebar ke seluruh tubuhnya, mengalir bak oksigen yang diangkut pembuluh darah vena menyebar rata ke seluruh tubuh..
tak pandang waktu, tempat, dan situasi apapun..

aku tak sanggup mengatakan "unek-unek"ku, mulutku terkunci rapat, tak bisa berkata apapun jika sedang berhadapan dengannya. Ingin aku menegurnya tapi sebelum kata pertama itu keluar dari mulutku, aku teringat dan kembali menutup rapat mulutku..
Bukannya aku takut, bukan kawan, aku hanya menghindarai hal terburuk yang mungkin muncul jika aku mengambil satu tindakan logis..

Bukan sok suci ataupun sok ngatur..
hanya ingin mengingatkan,
apa yang harus aku lakukan?
apakah hanya terdiam,
atau memberanikan diri mengatakan apa yang selama ini mengganjal di hati?

namun, rasanya susah, panah2 asmara telah menancap di hati keduanya, dan jika aku mengganggunya, aku bagaikan satu makhluk bertanduk pembawa tongkat yang selalu mengganggu ketentraman makhluk lain..

Ah sudahlah..
aku malas memikirkannya, tak berguna bagiku..

satu hal saat ini masih bisa ditoleransi selama " MERAKA TAK MENGGANGGU TIDURKU"..

Minggu, 31 Oktober 2010

Merangkul aku dengan bayangmu


Sepasang bola mata memandangku dari kejauhan, mengikutiku disetiap derap langkah, disetiap ayunan tanganku dan di setiap kedipan mataku, bahkan setiap hembusan nafasku. Memandang jauh diriku dari balik sudut itu, tak mampu ak menyentuhnya, melihatnya pun tak pernah. Dia tak menampakkan sosoknya, aku takut. Pikiranku menggelayut, bulu kudukku berdiri saat teringat akan dirinya. Entah, sampai kapan dia berada disisiku.. dan tak mau pergi dariku..
Siang itu, sepiring nasi masih berada di atas piring di depanku, menanti untuk kuhabiskan. Kupegang sendok dan garpu, aku mainkan diatas piring dengan nasi dan telur. Tinggal beberapa suapan sampai tak ada nasi tersisa di piring itu. Ku mainkan lagi sendokku, tengok kanan tengok kiri ternyata tak ada nasi tersisa di piring teman-temanku. Hanya tinggal aku. Hah,”aku malas menghabiskannya” pikirku dalam hati. Kubalik sendok dan garpuku, dan aku letakkan. Ku pandang kedepan, dia nampak lagi, bayangannya. Memandangku dari jauh dan melihat ke arah piring di depanku. Aku lihat, dan dengan cepat aku angkat kembali sendok itu. Hanya hitungan menit, semua nasi dipiringku habis. Aku angkat kepalaku, dan seketika dia sudah menghilang.
Selalu, dimanapun aku, disitu ada dirinya, mencoba tetap mengawasiku, bagai mata-mata yang sengaja dikirimkan untuk mengawasi gerak-gerik oknum tertentu. Yah, bagai terdakwa yang berada dalam masa percobaan..Tak separah itu kawan, tapi hampir seperti itu..

Sabtu, 30 Oktober 2010