Kamis, 28 April 2011

Kualitas diri dari sebuah pensil

Seorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sebuah surat . ”Nenek lagi menulis tentang pengalaman kita ya? atau tentang aku?” Mendengar pertanyaan si cucu, sang nenek berhenti menulis dan berkata kepada cucunya,

”Sebenarnya nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih penting dari isi tulisan ini yaitu pensil yang nenek pakai.”

”Nenek harap kamu bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti” ujar si nenek lagi.

Mendengar jawab ini, si cucu kemudian melihat pensilnya dan bertanya kembali kepada si nenek ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari pensil yang nenek pakai. “Tapi nek sepertinya pensil itu sama saja dengan pensil yang lainnya.” Ujar si cucu. Si nenek kemudian menjawab, “Itu semua tergantung bagaimana kamu melihat pensil ini.”

“Pensil ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup, kalau kamu selalu memegang prinsip-prinsip itu di dalam hidup ini.” Si nenek kemudian menjelaskan 5 kualitas dari sebuah pensil.

“Kualitas pertama, pensil mengingatkan kamu kalo kamu bisa berbuat hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkah kamu dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendakNya” .

“Kualitas kedua, dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek. Rautan ini pasti akan membuat si pensil menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, si pensil akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga dengan kamu, dalam hidup ini kamu harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik”.

“Kualitas ketiga, pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini adalah seharusnya. Dan Justru bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar”.

“Kualitas keempat, bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal di dalam dirimu”.


“Kualitas kelima, adalah sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan. Seperti juga kamu, kamu harus sadar kalau apapun yang kamu perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan sadar terhadap semua tindakan”.

~ diambil dari note facebook "si bayeek" Guruh Maryana Putra, seseorang yang katanya ga suka nulis tapi selalu suka membaca tulisanku yang berisi curahan hatiku :p , jarang2 dia ngeshare note di fb, berhubung notenya bagus jadi patut masuk blog, hehehe... ~

Selasa, 12 April 2011

Ketika kerang tersapu ombak


Menulis, suatu pekerjaan yang sering mengisi waktu kosongku. Bukan sekedar menggerakkan tanganku dan menggoreskan tinta pada lembaran kertas putih yang tenang, namun menulis adalah suatu cerminan perasaan atas apa yang saat ini ada di pikiranku. Entah senang, sedih, ataupun kesal, semua terungkap tanpa tabir penutup dalam bentuk tulisan. Suatu hasil yang tak bernyawa namun bisa membuat lapang hati yang tengah resah.
Aku menulis bukan untuk pamer, bukan sok sebagai penulis, atau menginginkan orang lain tertarik dengan tulisanku dan berdecak kagum menjadi penggemarku. Terlalu jauh tampaknya jika itu yang aku pikirkan. Yang aku tahu, aku menulis karena aku suka dan aku butuh untuk mencurahkan semua isi hatiku, karena aku yakin tinta tak akan berdusta dan tinta mau merangkai setiap goresan tanganku, sedangkan kertas mau untuk setia menampung sebanyak apapun keluh kesahku padanya.
Aku mulai tak mengerti jalan pikiranku, satu persatu  mulai kuubah apa yang selama ini menjadi kebiasaanku. Mencoba untuk menjadi yang terbaik seperti yang diinginkan orang lain memang tak mudah jika itu harus mengingkari jati dirimu. Sampai kapan aku bisa bersikap seperti ini? Tidak menjadi diriku yang sebenarnya ketika berhadapan dengannya. Salah memang, aku sangat sadar akan kekeliruanku dalam bersikap namun aku tak bisa mengelak karena itulah yang terjadi saat ini dan entah sampai kapan.
Mengerti, aku mencoba mengerti tentang semuanya. Mengendalikan egoku dan bersikap wajar. Hanya sebatas kabar dari segala macam kesibukannyalah yang aku inginkan, bukan untuk selalu memberikan laporan kepadaku. Ketahuilah, aku tak seheboh itu yang ingin mengetahui sedetail apa aktivitasmu disana.
Dimengerti,  aku ingin dimengerti, setidaknya tahu apa yang aku harapkan dan melihatnya mencoba mengerti perasaanku pun sudah cukup. Aku tak pernah meminta lebih, namun sedikitpun aku belum mendapatkannya.
Seperti seorang lakon dalam kisah-kisah drama, itu yang aku rasakan saat ini. Semua orang melihat dengan persepsi mereka masing-masing, tersenyum ketika mulai mengodaku dengan kata-kata konyol. Aku pun tersenyum, dalam hatiku sedikit tertawa, menertawakan mereka yang sebenarnya tertipu oleh apa yang tampak di luar. Keadaannya tak seperti yang kalian lihat, hanya sebatas kamuflase.
Malam ini sebagai puncak segala kegudahanku, disaat aku mulai mencoret satu persatu deretan angka yang berbaris rapi, disaat teman-teman mulai melipat satu persatu jarinya, kenyataan berubah tak seperti yang aku harapkan. Ini sungguh tak biasa, biasanya hanya beberapa jengkal waktu yang kubutuhkan untuk kembali tersenyum, sedangkan  kali ini belum juga nampak seberkas sinar pembawa keceriaan itu. Dirinya laksana sebuah kerang kecil di hamparan pasir yang tersapu oleh deburan ombak. Sesekali kerang itu larut tergulung ke tengah laut oleh sapuan ombak, namun tak jarang ia kembali ke pantai, menampakkan dirinya oleh deburan ombak lain yang membawanya kembali. Begitulah dirinya, disaat terlihat begitu sangat indah dan berkesan sedangkan disaat hilang terasa benar-benar hilang tanpa jejak.
Sedangkan aku memilih menjadi seekor burung yang terbang di hamparan awan putih. Terbang kemanapun yang aku inginkan, sesekali singgah untuk melihat keadaan sekitar dan untuk melihatnya. Aku ingin selalu bisa melihatnya yang entah berada di luasnya samudra atau terdampar di lembutnya pasir pantai. Menjadi sosok yang selalu memperhatikanku, aku memang tak secara terang-terangan mengepakkan sayapku dan turun disampingnya, namun perlu kau tahu sejauh apapun aku terbang akan selalu melihat ke bawah.

Aku saat ini hanya bisa menggantungkan semuanya pada Tuhan, aku memilihnya untukku, tak tahu dia memilih siapa untuk dirinya, namun aku berharap Tuhan memilihkan kami untuk bersama. Biarkan waktu menjawab segala kegundahanku, dan masa depan berpihak kepadaku dan selalu menunggu untuk melanjutkan ceritaku sedangkan masa lalu hanya tahu apa yang selama ini terjadi. “

Hope tomorrow will be better and I can solve it by my self, Just pray to Allah, Please, give me Your miracle,
I believe themiracle, It’s true and I need it now..
Tomorrow when I open my eyes, I hope everything will be okey..