Teman,
aku ingin menanyakan tiga pertanyaan untukmu.
Pertanyaan
pertama : Adakah orang di dunia ini yang tidak punya mimpi ? Pasti semua akan
menjawab “TIDAK”.
Baiklah,
aku akan bertanya lagi, siapa yang saat ini punya deretan mimpi yang ingin
dicapai ? Jawabannya sudah dapat aku tebak, pasti serentak menjawab “SAYA”.
Oke,
pertanyaan terakhir berapa banyak mimpi
kalian yang sudah terwujud teman ?
Semoga satu persatu mimpi kalian telah tercoret dan saat kalian membuka
mata untuk menatap hari baru, maka saat itulah perjuangan untuk mencapai mimpi
selanjutnya akan dimulai.
Begini
teman, ketika aku menjelajah ke blog sebelah aku lihat beberapa tulisan yang
mengatakan bahwa ia telah berhasil mencapai mimpi yang selama ini tak pernah
terbayangkan baginya. Lalu munculah pertanyaan dalam benakku, “Sampai saat ini
Ntan, sampai usiamu hampir berkepala dua mimpi apa saja yang telah kau capai ?
“
Aku
pun mulai memikirkan jawabannya, “Mimpi apa yang aku capai ataukah aku baru saja
memulai menuliskan mimpi-mimpi itu ? ” Aku tak tahu apakah ini dikatakan
sebagai keterlambatan atau bagaimana karena aku menyadari pentingnya menulis
mimpi-mimpiku jauh setelah orang lain menyadari akan kekuatan mimpi. Alasanku emngatakan keterlambatan adalah
karena selama ini aku tak pernah menuliskan mimpi-mimpiku, aku hanya
membayangkannya dan aku pun tidak berani bermimpi yang sangat tinggi. Takut
jatuh, itu alasanku.
Kalau
diingat-ingat, pertama kali aku menuliskan mimpi-mimpiku dalam sebuah kertas yaitu
ketika ada acara motivasi persiapan Ujian Nasional semasa kelas tiga SMA. Sehari
sebelum acara itu dimulai, aku dan teman-teman sibuk mengumpulkan peralatan
berupa kertas manila putih, spidol aneka warna, alat tulis, gunting, lem, majalah
bekas, dan satu benda special “foto
orang tua”. Aku tak tahu alasannya mengapa kami disuruh membawa pernak-pernik
semacam itu, bukankah ini acara motivasi? Karena alasan yang tidak jelas, maka
aku pun membawa majalah seadanya. Saat itu aku membawa majalah wanita, itupun
aku dapatkan dari tetangga. Benar-benar
ga modal. Bahkan aku sengaja mengambil foto bapak ibuk yang terbingkai
indah di dinding untuk aku bawa. “ Yang penting bawalah, kan cuma acara
motivasi “, pikirku. Sampai akhirnya aku tahu, bahwa apa yang aku bawa itu yang
nantinya akan menjadi motivasi terbesar dalam diriku.
Saat itu
pembicara yang diundang sekolahku bukan pembicara acak-acakan, beliau adalah
seorang motivator yang sudah melanglang buana, dan beliau juga sudah
menerbitkan beberapa buku. Namanya siapa
aku lupa, yang jelas beliau beda dikit lah sama Pak Mario Teguh, 11-12 ( ini
bentuk apresiasiku terhadap beliau ). Siapapun beliau, kalau Anda tidak sengaja
membaca tulisan saya ini maka satu kata yang ingin saya ucapkan “Terima Kasih”. Saat itu beliau, bapak yang aku lupa namanya
menyuruh kami menyiapkan peralatan yang kami bawa, kemudian meminta kami mencari gambar apapun dari majalah yang kami
bawa dimana gambar itu bisa mendiskripsikan mimpi masing-masing. Kemudian
tempelkan di kertas manila, ditulisi dan dihias sebagus-bagusnya. Hal terpenting yang tidak boleh dilupakan
adalah memberikan judul, tepat ditengah-tengah kertas harus ditulisi “My Dream Board”, kemudian
lanjutkan tulisan “Bismillahirohmanirohim”, tak lupa di bagian kertas paling bawah
pun diberi tulisan “Alhamdulillah mimpiku sudah terwujud”.
Aku pun
mulai membolak balik majalah yang aku bawa, sibuk menggunting sana sini dan
menempelkannya di kertas. Tak banyak yang aku tempelkan, hanya beberapa, dan
menurutku itu sudah mewakili mimpi-mimpiku saat itu. Berikut daftar gambar yang
aku tempel beserta eksekusinya.
1.
Tepat di bawah tulisan “My Dream Board” aku
menuliskan lulus Ujian Nasional dan kuliah di universitas yang aku inginkan
(STAN).
Mimpikupun
terwujud. Aku berhasil memperoleh kemenangan dengan mengantongi ijasah
kelulusan. Begitulah kehidupan, harus ada penyeimbang, ketika ada keberhasilan
maka harus ada kegagalan. Begitu pula mimpiku, aku berhasil lulus Ujian namun
aku tak berhasil masuk perguruan tinggi yang sejak aku SD menjadi cita-cita
banyak orang ( aku, orang tuaku, kakek nenek, bahkan tetangga terdekatku ).
Saat itulah aku mengalami kekecewaan dan kesedihan yang sebelumnya tak pernah terjadi. Sungguh
sulit untuk bisa bangkit dan menerima kenyataan. Aku bahkan menyimpan cerita
ini sangat rapat hanya untuk aku dan orang-orang tertentu. Itu masa lalu yang
kelam, namun aku sudah berdamai dengan masa laluku, dan aku akan membagi
kisahnya.