Minggu, 21 November 2010

Agaknya terlalu panjang ni..


17-11-2010
Dengerin lagu Bondan&Fade2Black,  biasanya selalu terbawa alunan syair dan merdunya suara Bondan, namun kali ini tidak.  Gak konsen. Tv ku yang sejak tadi nyala pun tak dapat menyita perhatianhku. Sendirian aku berada di kosku yang cukup luas ini, hanya duduk diatas kasur yang tergeletak di lantai, dimana setiap hari aku meregangkan urat-uratku setelah seharian kuliah. Menghadap ke laptopku yang setia mendampingiku..
Hari ini terasa begitu cepat berlalu, setelah sholat idul adha, semuanya terasa begitu cepat ketika aku menyadari jam dindingku telah menunjukkan pukul 18.00 WIB. Yah, sudah waktunya sholat magrib. Tapi aku masih menunggu kepulangan temanku, awalnya dia mengajakku ikut dengannya namun aku merasa saat ini ingin sendirian. Inilah yang berbahaya, ketika kau sendirian pasti banyak hal yang akan menyita pikiranmu kawan. Begitupun aku saat ini.
Begitu banyak yang aku pikirkan, hingga aku bingung akan memulai dari mana. Sejenak aku merenung, tiba-tiba handphoneku berbunyi, Ibuku memanggil, seketika itu aku angkat dan ibuku berkata jika ibu ingin ke Jakarta, memenuhi undangan saudaranya sekaligus menengokku. Tapi dengan bijak aku berkata, jika tak mendesak sebaiknya ibu tak usah ke Jakarta dulu, aku desember pulang dan lebih baik jika ibu datang ketika aku tak bisa pulang. Ibuku menerima, satu hal clear!
Hal kedua, cucianku menggunung, menunggu untuk aku sentuh namun aku masih enggan beranjak dari tempatku ini.
Hal ketiga, tak tahu apa yang harus aku lakukan..
Hanya tiba-tiba aku teringat pada satu kalimat “Ceria dan penuh perhatian”..
Selalu saja kata itu, mungkin itu yang akan diucapkan teman-temanku ketika mendengarnya. Tak heran, lebih dari dua kali sehari aku ucapkan kata-kata itu,  mungkin jika pengucapan kata-kata itu bagaikan meminum obat maka aku pun akan overdosis karena sering mengkonsumsinya. Untunglah tidak, karena belum pernah ku dengar ada batasan dalam pengulangan pengucapan kata  *Jangan kau hiraukan celotehku ini*
                Baiklah akan aku ulas sedikit tentang dua kata pamungkasku itu. Dengarkan baik-baik kawan..
                Sejarahnya, aku mendapatkan kata-kata itu di bagian atas artikel pada suatu majalah remaja, aku lupa nama majalahnya. Judul artikelnya tentang arti warna kesukaanmu. Nah dapatkah kau menebak warna apa yang menggambarkan ceria dan penuh perhatian? Ya, ORANGE.. aku lebih suka menyebutnya “oranyo”, sejak kecil memang kata itulah yang keluar dari mulutku ketika orang tuaku menanyakan warna apa yang aku sukai. Jika saat ini aku ditanya tentang arti warna-warna lainnya tentu aku tak bisa menjawabnya, karena aku hanya memfokuskan pada satu warna yang aku anugerahi jabatan sebagai warna favoritku.
                Keceriaan dan perhatian, mungkin itu yang dapat melambangkan diriku. Ingin aku seperti warna itu, memberikan keceriaan dimana pun aku berada dan kepada siapapun serta memberikan perhatian pada siapa saja yang telah mengisi hidupku.

*lanjutan 21-11-2010...
Tapi tidak dari orang lain kepadaku, aku memang kelihatan ceria. Semua orang mengenalku seperti itu, sesuatu yang umum. Namun, hanya orang-orang tertentu yang bisa mengenalku saat keceriaan sejenak hilang dariku. Mereka adalah orang-orang yang aku percayai untuk mengetahui seluk beluk diriku. Mungkin pengalaman yang membuatku begini, untuk lebih selektif dalam mempercayai seseorang. Aku ingat ketika masih duduk di bangku SMA, 2 tahun yang lalu, tepatnya ketika aku masih kelas XI..
                Seorang perempuan, seumuran dengan ibuku ada disaat aku dan teman-temanku membutuhkannya. Bak seorang pahlawan yang sengaja dikirimkan Tuhan pada kami, beliau sangat mengerti keadaan kami yang saat itu sedang galau. Kami pun sepenuhnya percaya pada beliau, menggantungkan nasib kami selanjutnya padanya. Dan yakin pasti dia akan memberikan yang terbaik pada kami. Tentunya kalian berpikir apa yang terjadi padaku dan teman-temanku? Yah, aku dan empat orang temanku tinggal di sebuah rumah kos bersama seorang janda dan anak perempuannya yang masih SMP. Ini adalah saat pertama aku memutuskan untuk tidak tinggal bersama orang tuaku.. Hari demi hari awalnya terasa berat jika kau baru pertama kali merasakan hidup sebagai anak kos, begitupun aku. Semua tugas rumah yang biasanya dilakukan orang lain seketika itu harus aku lakukan sendiri, agak canggung awalnya namun lama-lama semuanya berjalan dengan lancar.
                Semua terjadi saat ibu kosku meninggal dunia, ya begitulah keadaannya, sangat singkat. Akupun saat itu tak percaya, seorang wanita yang sore itu masih aku lihat sedang menyapu halaman rumahnya, sedangkan paginya hanya bisa tidur dengan kain yang menutupi seluruh tubuhnya. Singkat cerita, anakperempuan ibu kosku pindah ke rumah neneknya yang jauh dari tempat kami tinggal. Sedangkan rumah kos kami rencananya akan ditempati anak laki-laki ibu kos yang umurnya hanya beda satu tahun dariku, dia lebih tua.
                Awalnya kami menolak dan ingin pindah. Namun wanita itu meyakinkan kami agar kami tetap tinggal. Ia akan menjamin keadaan kami. Beliau terus saja memberikan sugesti-sugesti positif dan iming-iming pada kami. Dan akhirnya kami pun memutuskan untuk tetap tinggal, dengan pertimbangan sebentar lagi kami akan menghadapi UAS.
                Pada awalnya semua berjalan dengan lancar, namun tidak untuk bulan selanjutnya. Hidup di rumah itu bagaikan tinggal dengan seseorang yang jauh dari apa yang kau harapkan. Kerap kali dia berlaku bodoh, mengunci pintu rumah dan membiarkan kami menunggu kedatangannya. Pernah satu ketika, ia mengunci pintu rumah ketika ia pergi menginap di rumah temann ya. Aku dan teman-teman hampir saja membolos karena sepatu kami ada di rumah itu. Apa mungkin kami pergi sekolah tanpa memakai sepatu? Tentu tudak bukan? Dan kami harus mencari pinjaman sepatu sebanyak lima pasang, karena kami berlima. Sungguh menyesakkan dada, kami harus rela memakai sepatu yang kebesaramn ataupun sedikit kekecilan.
                Tak hanya itu, masalah-masalah lain kerap muncul sesering tumbuhnya jamur. Pernah aku dan satu temanku kena semprot abis-abisan dari pembantu rumah tangga mas kosku itu karena hal yang memang tidak pernah kami lakukan. Sedangkan mas kosku yang saat itu melihat, hanya diam tanpa mempedulikan perasaan kami. Kami diperlakukan seolah-olah menumpang tinggal di rumahnya.
                 
 Puncaknya, wanita yang sebelumnya kami anggap peyelamat itu datang dan meminta kami mengangkat kaki dari kos. Tentunya dengan nada halus, tapi sangat menyakitkan. A sampai Z, ia memperpanjang pidatonya. Tak kuasa mendengar celotehannya seketika itu akupun meneteskan air mata. Begitupun temanku. Sungguh tak menyangka, ia termakan kata-kata dari PRT dan menuduh kami yang tidak-tidak. Bukankah kami telah memberikan apa yang inginkan? Dengan menjaga dan merawat rumah ibu kos? Tapi kenapa mereka tak sebaik ketika ibu kos masih hidup?.. Salah satu orang tua temanku datang dan bertanya kejelasan status kami dan apa yang sebenarnya terjadi. Tanpa tanggung2 wanita itu menjelek2an kami berlima. Sedangkan dengan orang temanku yang lainnya ia bermanis muka dengan menawarkan satu kamar di rumahnya ( yg jga kosan ) untuk ditempati temanku. Tentu saja temanku menolaknya..!!
Aku pulang ke rumah, masih menggendong tas punggung merah kesayanganku. Ku sandarkan punggungku hingga menempel di dinding dan aku duduk di lantai. Lambat laun suara tangisanku mulai terdengar. Ayah ibuku menatapku, aku menceritakan semua yang terjadi padaku. Tentang begitu kecewanya aku kepada wanita yang kuanggap sebagai ibu peri, tentang seberapa marahnya aku padanya. Ia yang aku percayai dengan sepenuh hati ternyata tega memperlakukanku dan teman-temanku seperti itu. Dan yang dilakukan ayah ibuku hanya tersenyum, hampir tertawa namun tak  sampai terdengar suaranya..
“Kau telah mendapatkan satu pelajaran penting dalam kehidupan, dan itu akan membuatmu semakin dewasa”.
Itulah yang dikatakan ayahku, singkat namun begitu mengena.
Ibuku menambahi dengan cerita yang cukup panjang, yaitu bagaimana jika orang yang menghianatiku adalah sahabatku atau orang yang benar-benar aku percaya. Tentu akan lebih sakit. Aku menyangkalnya, seorang sahabat tak akan tega menghianatiku. Ibuku berkata semua bisa saja terjadi maka aku pun harus memilah-milah mana yang baik untukku dan jangan mudah percaya pada orang dan menilai seseorang hanya dengan melihat satu tindakannya.
Yah,  aku memang terlalu polos karena berpikir semua orang yang aku kenal adalah orang baik dan tak akan tega berbuat jahat padaku. Cukup pantas, karena sejak kecil aku tinggal dengan keluarga, teman bahkan tetangga yang semua menyayangiku dan begitu baik padaku. Namun, ternyata di dunia ini juga ada orang yang kurang baik, dan mungkin mereka ada disekitarku. Satu pengalaman yang mengesankan. Aku memang sedih atas apa yang aku alami, tapi aku juga bersyukur karena diberi kesempatan Tuhan untuk menjadi lebih dewasa dan mungkin tak semua orang mendapatkan pengalaman sepertiku.
“Mungkin kau beruntung mendapatkan sahabat yang benar-benar kau percayai, begitupun mereka yang begitu percaya padamu”, aku terpaku mendengar kata ibuku. Terbayang wajah keempat sahabatku yang sejak kejadian itu pula membuat kami semakin akrab layaknya saudara. Karena kami telah melewati masa-masa senang dan sedih bersama-sama.
Dan terakhir ayah berkata, “saat ini kau boleh menangis, karena mungkin kau belum pernah mengalami ini sebelumnya. Namun jadikan ini sebagai pelajaran yang nantinya akan membuatmu semakin dewasa dan kuat dalam menjalani hidup. Dan ketika persoalan besar menghampirimu, cobalah untuk tidak menangis.”
Hatiku bergertar, ku seka air mataku dan tersenyum , “betapa mengagumkannya kedua orang yang ada dihadapanku itu, dan aku berterimakahih kepada Tuhan yang telah memberikan kesempatan bagiku untuk menjadi buah hati mereka”

0 comments:

Posting Komentar