Jumat, 06 Mei 2011

Ceritaku


Akhirnya Dia menjawab permintaanku. Masih teringat jelas apa yang aku minta kepadaNya pada sepertiga malam itu dan akhirnya Dia pun mengabulkannya. Satu pesan itu datang tanpa kuduga, lewat temanku mungkin yang membuatnya mengrimkan pesan itu kepadaku. Dan aku tahu bahwa Alloh telah mengirimkan seseorang untuk membantuku.
Malam ini, hujan menguyur kota yang saat ini aku tempati, bersama tiga temanku aku berada disebuah ruangan berukuran 4x2 meter persegi. Udara malam terasa berbeda dari biasanya, biasanya terasa begitu panas, satu kipas angin kecil tak henti-hentinya bergoyang untuk menghilangkan keringat kami. Namun, malam ini hujan dan angin dari langit tiba-tiba datang, mungkin mereka merasa iba melihat kipas angin kecil yang kecapekan bergoyang untuk memberikan hawa segar bagi empat orang penghuni kamar.
Dua orang temanku berada tepat di depan pintu kamar, hanya bertahan beberapa menit hujan pun mereda. Ia mungkin tak sengaja lewat pada malam ini, namun jejak-jejak kedatangannya masih terlihat jelas di jalanan. Tetesannya tak sederas tadi, dan suara petir perlahan mulai menghilang. Satu temanku sibuk memainkan handphonenya sambil tiduran diatas kasur kesayangannya. Sedangkan aku, masih berada di depan laptop yang berhasil aku sita dari temanku. Aku menunggu kedatangan temanku yang akan menjemputku untuk pulang, namun sejak tadi tak ada balasan darinya. Beberapa kali aku mengirim pesan singkat padanya dan masih belum ada jawaban. Akhirnya aku pun harus masih disini.
Pagi – pagi aku membuka facebook dari handphoneku, kulihat ada satu pesan masuk ke inbox account facebookku. Aku tak membayangkan dari siapa dan apa isi pesan itu. Biasanya aku tak peduli dengan pesan yang masuk di inbox facebookku, namun kali ini entah kenapa aku ingin melihatnya. Dan ternyata benar, pesan dari seseorang yang sering aku masukkan disetiap ceritaku walau mungkin hanya sedikit orang yang menyadarinya dan mungkin dia sendiri tak menyadarinya. Isinya singkat, kalimat pertama, aku tak mengerti apa yang tersirat dibalik kalimatnya itu, kalimat yang ambigu, menurutku, mendatangkan banyak persepsi yang saling berontak di pikiranku, entah aku mau memandangnya dalam sisi positif atau negatif. Sedangkan, kalimat yang kedua isinya sangat jelas, hanya sebatas permintaan maaf darinya.
Pagi itu aku datang ke kampus dengan satu cerita yang akan kubagikan pada teman baikku, dan saat itu pula dia mengatakan bahwa dia mempunyai rahasia untukku. Kami bertukar cerita akhirnya dia mengaku bahwa dia yang telah mengirimkan pesan singkat kepada dia yang “berbeda” untuk membuka blogku. Terkejut ya, namun biarlah karena kupikir tanpa dia tak mungkin aku mendapatkan pesan dari dia yang “berbeda”. Kudengar beberapa kalimat yang keluar dari mulutnya, terlihat sebel, karena dia tak mendapatkan balasan atas pesan yang dikirimya lewat chat facebook. Sedangkan temanku yang lain, pada malam itu juga mengirimkan pesan lewat chat facebook dan dia yang “berbeda” berulang kali membalasnya. Aku hanya tersenyum walaupun saat itu aku tak tahu apa yang ada dipikiranku.
Aku tak ingin melewatkan jalan yang telah diberikan Sang Pemilik Hati kepadaku, ingin aku segera membalas pesan singkatnya itu, tentu lewat message facebook juga. Sampai saat ini aku sudah menuliskannya dua kali, kalimat yang sangat panjang untuknya, aku merasa memang harus menuliskan banyak kalimat yang bisa mewakili perasaanku selama ini. Namun dua kali pula aku menghapusnya dan tak jadi mengirimnya. Tak tahu kenapa, aku merasa apa yang aku tulis mungkin akan sia-sia, apa gunanya aku mengatakan yang kurasakan selama ini kepadanya, bagiku cukup aku dan  Tuhan yang tahu apa yang kurasakan.
Aku masih menunggu temanku datang menjemputku, masih di depan laptop..
Sebenarnya aku tak tahu apa yang saat ini kurasakan, aku seperti mati rasa, entahlah aku berusaha dan memaksa diriku untuk tak memikirkan hal itu, namun aku juga tak bisa menolak jika disaat-saat tertentu aku mulai memikirkannya lagi. Aku tak ingin terganggu dengan semua ini. Aku disini bukan untuk berpusing-pusing ria memikirkan hal ini. Sejenak agak tenang setelah menghadapi UTS minggu ini, namun minggu depan jadwal rapat sudah mulai menunggu dengan segala agenda yang tak kalah dalam menyita waktu dan menguras tenaga serta pikiranku. Dan yang aku inginkan, dia disampingku ketika aku merasa lelah, menjadi tempatku mengadu dan bertukar pikiran, aku hanya mengutip beberapa kalimat yang pernah ia katakan padaku. Aku mungkin akan mengingat setiap kata yang ia katakan padaku, itulah yang membuatku sampai saat ini masih seperti ini.
Ketidaktahuanku pun bertambah, aku tidak tahu apa yang saat ini dia inginkan. Mungkin dia ingin menjauh dariku. Jika benar, baiklah itu keputusannya. Apa aku akan diam saja? Beberapa temanku menanyakan itu. Dan aku menjawab Lalu apa yang bisa aku lakukan? Bukan seperti itu, bukan diam menanti apa yang dia katakan padamu, tapi harus berusaha mempertahankannya, semua akan sia – sia jika tak dipertahankan, dan tak salah jika mencoba. Benar akan sia-sia dan bukan bukan tak mencoba. Mungkin mereka tak melihat apa yang kulakukan, mungkin mereka hanya melihatku terdiam dan tersenyum cengar cengir ketika mereka menasehatiku dan mungkin mereka geram melihat responku yang tak menggebu atau terkesan tak peduli. Namun, tahukah mereka apa yang aku lakukan? Apa yang terlintas dipikiranku ketika mereka menuturiku dengan sejuta kata-kata? Untuk kedua kalinyaaku menjawab hanya aku dan Tuhan yang tahu.
Kembali lagi, sampai detik ini aku masih bingung akan membalas pesannya atau tidak, jika iyya apa yang nantinya terjadi? Kemungkinan terburuk tiba-tiba datang, dan kemungkinan baik hanya kecil persentasenya. Namun aku ingat tulisan yang terpampang di dinding kamarku, tulisan sebagai pengingatku “Mulaiah berpikir positif”, maka aku pun akan berpikir positif apapun yang terjadi. Sepertiga malam itu aku meminta kepdaNya agar memberikan jalan keluar atas segala masalahku, dan satu persatu jalan telah Dia tunjukkan kepadaku. Satu lagi jalan yang Dia tunjukkan, sedangkan sampai saat ini aku masih belum berani melangkah. Hanya berdiri di depan jalan itu.
“ Satu hal yang pasti jika aku mulai melangkahkan kakiku adalah aku harus siap untuk mengangis.  Apa aku siap? Mungkin, namun agaknya tidak. Aku tidak siap untuk menangis. Aku tak bisa membayangkan berapa banyak air mata yang akan aku keluarkan atau mungkin tak setetespun air mata yang keluar karena hatiku telah membeku. “
Satu paragraf diatas menunjukkan aku yang saat ini, yang masih melanggar apa yang aku sendiri tuliskan diatasnya. Yah, aku menuliskan untuk positif thinking namun paragraf diatas menunjukkan kenegatif  thingkinganku masih mengikutiku dari dekat.

sore hari dalam perenungan


0 comments:

Posting Komentar